With---27: Ingin Lupa Saja

28 10 49
                                    

Saat Angel menoleh sejenak ke Brama, dia tertegun dipandang dalam olehnya. Sadar akan hal itu, Angel tersenyum.

“Kenapa? Kagum dengan kecantikanku?” tanya Angel. Alhasil, Brama sadar dari lamunannya. Respons Angel membuat dia tertawa kecil.

“Kalau iya kenapa?” tanya Brama balik.

“Nggak apa. Aku memang cantik, kok. Semua perempuan itu cantik dalam porsi dirinya masing-masing. Kamu juga, Brama. Bagiku kamu ganteng. Nggak tahu, deh, yang lain. Pendapat setiap orang berbeda-beda,” jawab Angel lalu dia kembali ke posisi awal.

Brama pun geleng-geleng kepala mendengar jawaban Angel. Niat hati ingin membuat Angel tersipu malu dengan pujiannya, tetapi di luar dugaan dia malah dengan santai menyanggah pujian itu. Alhasil, reputasi gampang menaklukan cewek terhempas sudah jika dia bersama Angel. Gadis ini memang benar-benar tak mudah untuk diluluhkan hatinya.

“Kepanasan nggak kamu?” tanya Brama berganti topik pembicaraan.

“Kepanasan, sih,” jawab Angel.

Pernyataan Angel membuat Brama meninggalkannya. Ternyata dia beralih ke keran air yang dekat dengan parkiran. Setelah dia membasahi kedua tangannya dengan air, Brama kembali lagi ke tempat semula. Namun, kini dia berdiri di depan Angel dengan wolker sebagai sekat di tengahnya. Mendapati hal tersebut, Angel heran.

“Kenapa, Bram?” tanya Angel menatap Brama.

Tidak menjawab pertanyaan Angel, Brama pun langsung saja membasuh muka Angel dengan kedua tangannya yang basah tersebut. Diperlakukan seperti itu, sontak Angel kaget dan jantungnya tiba-tiba berdegup, refleks dia memejamkan mata untuk menetralkannya.

“Bagaimana sudah nggak kepanasan ‘kan?” tanya Brama, kemudian dia beralih menangkup kedua pipi Angel. Mendengar hal itu Angel membuka matanya kembali.

“Bagaimana, Ly?” ucap Brama mengulang pertanyaannya lagi lantas sesekali menyelipkan helaian rambut Angel ke belakang daun telinga. Dia menatap lembut wajah Angel dan kembali menangkup pipi kanannya.

Angel pun masih bungkam, kedua netranya tetap memandang wajah Brama tersebut. Cowok yang dicintainya, tetapi setelah dia menghela napas, pandangan Angel berubah menjadi senyuman tipis.

“Bisa dilepas nggak, Bram, tangannya?” pinta Angel.

“Lepas sendiri, dong. Aku nggak mau soalnya. Wajah kamu terlalu enak dipandang begini,” jawab Brama tersenyum.

Angel hanya tersenyum sinis, usai menggenggam tangan kanan Brama. Angel melepasnya. “Jangan begitu, deh, Bram. Ini di sekolah.”

“Aku tahu,” jawab Brama lalu beralih berdiri di samping Angel dan memberikan tanda hormat lagi. Mereka pun kembali ke posisi semula masing-masing dan saling berdiam diri, kemudian Angel akhirnya mengajak Brama berbincang terlebih dahulu.

“Bram, tadi mengapa kamu bisa jawab pertanyaan Pak Hali?” tanya Angel.

“Aku habis baca tadi malam,” jawab Brama.

“Pak Hali unik, ya, Bram.”

“Kok, gitu?” tanya Brama heran.

“Olimpiade saja pelajaran kelas sepuluh. Eh, kita telat. Bab lima dibikin pertanyaan.”

“Yang telat itu kamu, kali, bukan aku. Bisa ralat nggak? Pak Hali memang gitu, dia  suka buat orang terkejut.”

Protesnya Brama membuat Angel tertawa lalu dia menoleh sejenak. “Salah sendiri ngikut menjawab. Kamu juga telat, dong.”

Ketika Waktu BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang