Tiba di rumah Nadinia, Rayyan tersenyum ketika dia turun dari mobilnya sudah disambut Saras dengan pelukan yang hangat. Pelukan itu membuat Rayyan nyaman saat membalasnya.
“Ray, adikmu aman bersamaku dan Nadinia di sini. Kamu jangan sedih, ya. Aku turut berduka cita atas semuanya,” kata Saras dalam pelukan Rayyan.
“Terima kasih, ya. Adikku mana?” tanya Rayyan lalu melepas pelukan Saras.
“Di kamar Nadinia. Yok! Ikut aku, dia butuh kamu sekarang,” ucap Saras, kemudian menggandeng tangan kanan Rayyan untuk masuk ke rumah menuju kamar Nadinia.
Sesampainya di kamar Nadinia, Rayyan menatap Angel dengan sendu. Rambut hitamnya berantakan, dia sedang duduk di pinggiran kasur dengan posisi berayun. Kepalanya pun menunduk, isakan kecil terdengar dari sana.
“Angel butuh kamu, Ray. Tehnya yang kasih kamu, ya? Kita tinggal dulu. Yok! Sar, kita pergi,” ajak Nadinia yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Rayyan dengan memberikan nampan berisi segelas teh hangat itu.
Rayyan hanya mengangguk seraya menerima nampan itu.
“Kamu lebih tahu Angel, Ray. Aku percaya itu,” ucap Saras lalu benar-benar pergi dengan Nadinia.
Kini, Rayyan pun telah meletakkan nampan di atas nakas lalu duduk di samping adiknya itu. Tangan kanannya bergerak memegang pundak Angel.
“Sayang. Angelika Mentari,” panggil Rayyan lembut.
Mendengar suara itu, Angel menoleh. Dia tersenyum sinis dalam tangisannya.
“Jangan suruh aku pulang, Mas!” tuduh Angel. Nada bicaranya sedikit meninggi lalu melemah kembali. “Aku belum sanggup.”
“Aku tidak akan menyuruhmu, Ngel. Aku paham akan dirimu,” sanggah Rayyan.
“Terus, kenapa ke sini? Aku bukan mengecut, Mas. Aku hanya ingin menenangkan diri dulu. Aku--“
“Karena kamu butuh aku dan pelukan ini,” ucap Rayyan memotong perkataan Angel dan memeluknya erat.
“Aku sayang sama mereka, Mas. Aku cinta sama mereka, tapi aku cucu yang nggak berguna belum bisa membanggakan mereka. Lagi dan lagi, aku kehilangan sebelum aku bisa menjadi apa yang mereka mau,” ucap Angel dalam isakannya yang lirih dan pilu. Dia semakin mengeratkan pelukannya kepada Rayyan. Menahan rasa di hatinya yang sangat sakit.
“Pulang, ya,” ajak Rayyan.
“Nggak, Mas! Aku nggak mau,” tolak Angel makin menjadi-jadi tangisannya.
Respons itu membuat Rayyan mengelus rambut sang adik lembut. “Pulang ke rumahku, Ngel. Tenangkan dirimu di sana.”
“Memang kamu mengizinkan, Mas? Biasanya nggak boleh, biar aku nggak belajar menjadi seorang pengecut,” sanggah Angel.
“Ini beda kondisinya, Ngel. Pulang, ya?” tawar Rayyan lagi.
Angel mengangguk dalam pelukan Rayyan. Jawaban itu membuat Rayyan melepas pelukannya dan menghapus air mata Angel lalu beralih merapikan rambut sang adik yang berantakan itu.
“Minum dulu, ya? Terus, pulang,” kata Rayyan.
Angel hanya mengiakan lalu Rayyan pun mengambil segelas teh hangat tersebut dan membantu Angel untuk meminumnya. Dirasa cukup sang adik tenang, Rayyan berpamitan dengan Nadinia dan Saras.
*****
Di dalam mobil, Angel diam. Perilaku sang adik membuat Rayyan menghela napas pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Bersamamu
Narrativa generale"Aku paham. Namun, kamu butuh pelukan itu. Kenapa menghidariku setelah pulang dari luar kota sampai sekarang, Ngel?" tanya Brama. Deg! Mendengar pertanyaan Brama, Angel memejamkan mata dia merasakan guyuran hujan yang semakin deras jatuh ke kepala d...