Sementara itu, Rayyan sudah berada di area berkudanya. Dia selesai beberapa putaran dan meminta izin kepada pelatihnya untuk beristirahat sejenak. Saat Rayyan turun, dia sesekali mengelus kudanya sebagai tanda terima kasih karena telah menemaninya berlatih.
Baru saja dia melepas helm dan pengaman lutut sekaligus sikunya, Rayyan sudah disambut dengan sebotol air mineral di depannya. Hal tersebut, membuat dia menoleh.
“Saras?” ucap Rayyan sedikit terkejut.
“Hai! Maaf nggak ngabarin dulu,” sapa Saras tersenyum manis. “Pasti kamu haus. Nih! Minum.”
“Terima kasih. Yuk! Duduk di kursi panjang itu, tuh!” tunjuk Rayyan setelah dia menerima botol tersebut, kemudian mereka berjalan beriringan menuju kursi itu dan duduk bersebelahan.
Rayyan pun membuka tutup botol itu, kemudian dia meminumnya. Saras yang duduk di sampingnya tersenyum melihat tingkah sang pacar. Sadar diperhatikan, Rayyan tertawa kecil usai menutup kembali tutup botol minum itu.
“Kenapa senyum-senyum gitu? Aku lucu?” tanya Rayyan.
“Nggak. Gemas saja,” kekeh Saras.
“Kamu juga,” balas Rayyan. “Kamu mau ajak aku ke mana? Kok, ke sini?”
“Nggak ngajak ke mana-mana, sih. Pengen lihat kamu latihan berkuda saja,” jawab Saras.
“Mau naik?” tawar Rayyan.
“Memang boleh?” tanya Saras balik.
“Boleh, tapi habis latihan, ya?” ucap Rayyan. “Aku latihan lagi. Nih! Minumnya, nitip.”
Saras hanya menerima dan mengiakan. Setelah itu, Rayyan bergegas saja ke lapangan lagi, memakai pelindung dan helm. Dia bergegas naik kuda. Seni berkudanya Rayyan semakin ahli. Pak Diwan, pelatihnya berencana mengikutkansertakan Rayyan sebagai atlet berkuda untuk kejuaraan tingkat nasional terlebih setelah dia mendapat sertifikat naik kelas empat nanti; kelas akhir seni berkuda adalah kelas lima. Seni berkudanya Rayyan bersifat akademik, maksudnya adalah dia belajar di bawah naungan lembaga pendidikan.
Akhirnya, Rayyan selesai berlatih. Baru saja dia turun dari kudanya, Pak Diwan bergegas saja menghampiri dan menepuk pundak kanan Rayyan.
“Latihanmu makin bagus, Ray. Tingkatkan terus, ya?” ucap Pak Diwan tersenyum.
“Baik, Pak. Terima kasih,” jawab Rayyan.
“Sama-sama. Mau pulang?” tanya Pak Diwan lagi setelah menepuk pundak Rayyan.
“Belum, Pak. Mau menemani Saras dulu, dia ingin berkuda juga,” balas Rayyan.
“Oke, silakan. Hati-hati, ya? Dijagain pacarnya. Ingat! Anak gadis orang,” ujar Pak Diwan terkekeh menggoda Rayyan. Beliau tahu, Saras adalah pacarnya Rayyan sejak gadis itu bertemu dengannya untuk mencari Rayyan. Dia pernah mengaku pacar muridnya itu.
“Pasti, Pak. Saya pamit dulu, ya, Pak? Mau copot semua pelindungnya. Gerah,” pamit Rayyan.
“Eh! ‘Kan mau naik lagi. Masa dicopot? Nggak baik, Ray,” ucap Pak Diwan mengingatkan.
“Oh, iya. Hampir lupa, Pak,” balas Rayyan teringat.
“Keselamatan dan antisipasi itu dua hal sangat penting dalam berbagai situasi. Lebih baik mencegah daripada terlanjur ‘kan?” kata Pak Diwan. “Jangan lupa Saras juga disuruh pakai.”
“Baik, Pak. Saya menyusul Saras dulu, ya?” pamit Rayyan.
Pak Diwan hanya mengiakan lalu Rayyan pun bergegas menghampiri Saras dan memintanya memakai pelindung. Saras pun mengangguk lantas berlari mengambil perlengkapan dasar itu. Setelah kembali kepada Rayyan, dia langsung saja mengenakannya. Namun, di saat dia memakai helm. Saras kesulitan mengaitkan kuncinya di bawah leher, tingkah sang pacar membuat Rayyan tertawa kecil lalu dia membantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Bersamamu
General Fiction"Aku paham. Namun, kamu butuh pelukan itu. Kenapa menghidariku setelah pulang dari luar kota sampai sekarang, Ngel?" tanya Brama. Deg! Mendengar pertanyaan Brama, Angel memejamkan mata dia merasakan guyuran hujan yang semakin deras jatuh ke kepala d...