“Namun, wajah doang yang cantik. Hatinya busuk!” kata Brama melajutkan ucapannya yang terpotong tadi.
Deg!
Mendengar hal itu Cery terdiam, dia tesenyum sinis menatap Brama. “Hati busuk itu perlu, kalau nggak busuk kita nggak bakal menang.”
“Oh, ya? Mari kita buktikan saja,” kata Brama. Tanpa mau berdebat lagi, dia beralih menyusul Angel yang sudah berdiri di tepi pantai dengan wolkernya.
Setelah memeluknya dari belakang seraya menyenderkan kepalanya di bahu Angel. Brama tersenyum menatap mata pacarnya itu yang masih sedikit berair. Sejenak Angel membiarkan Brama dengan tingkahnya lalu dia pun mendengkus kesal.
“Ini di tempat umum, Bram. Kamu lupa dengan janjimu?” kata Angel mengingatkan.
Brama terkekeh dengan perkataan Angel. “Yang penting nggak di sekolah. Ini di pantai, Ly.”
“Sama saja, Bram. Lepas nggak?” tawar Angel.
“Nggak. Kamu butuh ini soalnya. Please, nggak usah ngengsi, Ly. Nikmatin saja. Toh, aku juga nggak ngapain-ngapain kamu,” sanggah Brama.
“Iya, deh. Aku mengalah, Bram.”
“Nah, gitu, dong,” ucap Brama. Dia tersenyum memandang ombak yang ada di depannya itu.
“Bram?” panggil Angel.
“Hmm,” jawab Brama. “Ada apa, Ly?”
“Aku salah nggak tadi sama Tante Cery?” tanya Angel.
“Salah,” ucap Brama, tangan kanannya beralih menoel hidung mancung Angel sehingga sang pemiliknya menoleh. “Tapi yang salah bukan tindakanmu tadi.”
“Terus?” tanya Angel. Dia tersenyum karena tingkah Brama tadi.
Kedua tangan Brama pun sudah beralih memeluk pinggang Angel lagi. Begitu pula kepalanya yang tetap ada di bahu Angel dan menatap depan.
“Menangismu yang salah. Menangisi orang yang menyakiti kita itu nggak ada gunanya. Adanya capek,” kata Brama.
“Kalau kamu yang menyakitiku, Bram?” tanya Angel.
“Ingatkan aku, Ly,” jawab Brama.
Angel hanya mengiakan.
“Ly, setiap orang pasti pernah menyakiti begitu pula aku. Namun, menyakiti itu terkadang tidak disengaja,” kata Brama.
“Khilaf?” tanya Angel. “Selingkuh itu khilaf, Bram?”
“Nggak juga.”
“Terus, kenapa tidak disengaja? Padahal dia itu tahu kalau menyakiti, lho.”
“Itu karena manusia dan dunia ini selalu ada dua sisinya. Mereka saling berdampingan. Lantas, kita yang harus berusaha terus untuk menyelaraskannya.”
“Baik dan buruk?”
“Iya. Ayo! Ngerjain tugas lagi. Memelukmu seperti ini bikin betah tahu nggak? Takut kamu yang pegal kakinya,” ujar Brama lalu melepas pelukannya.
Akhirnya, Brama dan Angel kembali ke gazebo. Mereka fokus pada tugas makalah itu. Angel pun berusaha mengabaikan rasa sakit di hatinya. Dia ingin profesional saja, tidak melibatkan hal tersebut untuk saat ini. Ketika Angel sampai di rumah nanti, dia berencana untuk berbicara dari hati ke hati sama mamanya.
*****
Sementara itu, Via sedang mempersiapkan surat pindah sekolah dari SMA Nawang Langit ke SMA Rimbun Jaya. Via menyanggupi permintaan Hans perihal berada tak jauh dari kakaknya; Angel sangat membutuhkan dirinya selain Rayyan di sana. Biarlah Flaya saja yang bersama Hans sebelum semuanya terlambat seperti Angel. Setelah beres semuanya, Via keluar dari kamarnya membawa koper dan tas.
“Sudah siap?” tanya Hans yang membawa Flaya tidur di gendongannya. Ya, kemarin Flaya dikembalikan Wanti ke rumahnya Hans ketika Angel di rumahnya Abit saat itu.
“Sudah. Aku juga sudah pamit Mama,” kata Via. “Ini suratnya, Kak.”
Hans menerima surat itu. “Oke. Nanti aku urus ke SMA Nawang Lagit.”
“Bibi Sarja sudah berangkat?” tanya Via mencari bibinya itu. Nanti, beliaulah yang akan menemani Via di apartemen yang sudah dibelikan Hans untuknya. Tak lupa, Hans juga melengkapi semua fasilitas Via dari biaya sekolah, motor dan satpam sekaligus sopir misal ada mobil di sana. Kini, Hans membiayai tiga keponakaannya. Untung saja rezeki Hans cukup dan Salsa pun mengizinkannya. Dia juga sudah cukup dengan apa yang diberikan Hans, malah sering kali berlebih.
“Dari kemarin beliau sudah di apartemenmu,” jawab Hans.
“Flaya tidurkan saja di kamaku, Kak,” pinta Via lalu dia menggendong adiknya menuju kamarnya kembali.
Akhirnya, setelah taksi datang. Hans mengantarkan Via ke apartemennya yang sengaja dia belikan tak jauh dari kediaman Angel.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Bersamamu
Narrativa generale"Aku paham. Namun, kamu butuh pelukan itu. Kenapa menghidariku setelah pulang dari luar kota sampai sekarang, Ngel?" tanya Brama. Deg! Mendengar pertanyaan Brama, Angel memejamkan mata dia merasakan guyuran hujan yang semakin deras jatuh ke kepala d...