With---42: Dunia Luar

40 13 118
                                    

Di sisi lain, Abit sedang berlatih pedang di rumahnya. Dia pun dengan tangkas membelah pelepah pisang yang dipasang di depannya. Namun, entah mengapa pikirannya masih belum tenang. Perkataan sang papa, Biyano Reyhan, yang ingin memperbanyak bisnisnya dengan cara memperluas lahan membuatnya gelisah.

Akhirnya, Abit pun jengah sendiri lalu dia memasukkan pedangnya ke sarung. Langkah kakinya pun mengarahkan sang empunya menuju anak tangga dan dia duduk seraya meminum air tehnya yang sudah dingin.

“Bisnisnya Papa memang sudah banyak. Buat apa sukses kalau aku saja dibiarkan kesepian? Aku kangen kamu Jellyna,” lirih Abit.

Jellyna Biru, adik kembarnya Abit. Dia cacat. Namun, Jelly meninggal sebab tubuhnya tidak kuat menahan sakit. Sampai saat ini pun Abit merasa bersalah karena dia sangat malu mempunyai adik seperti Jelly yang hanya bisa berbaring di atas kasur. Angel memang mengingatkannya kepada Jelly, tetapi mereka berdua tetaplah orang yang berbeda.

“Semoga Angel besok menepati janjinya,” gumam Abit sendiri lalu masuk rumah untuk meminta Pak Roket, tukang kebun rumahnya, untuk membersihkan sampah pelepah pisang tadi. Usai bertemu dan mengucapkan terima kasih atas permintaannya, Abit memutuskan untuk mandi karena keringatnya sudah kering.

******

Sementara itu, Brama dan Angel sudah sampai di tujuannya. Ternyata Angel diajak Brama ke kebun bunga yang luas dan indah. Dia pun takjub dengan hal tersebut, sebab Angel baru pertama kali ke tempat bak negeri peri ini yang dipenuhi bunga-bunga.

Namun, sebelum Angel turun dari motor. Brama menahannya, posisi mereka saling berhadapan walau pun Angel duduk berayun di atas motornya. Angel tiba-tiba tersentak ketika Brama memeluknya di tempat umum.

“Bram, kamu ngapain?” tanya Angel.

Brama hanya diam lalu tangan kanannya bergerak menarik lembut kuciran Angel sampai terlepas dari rambutnya, membuat rambut Angel tergerai indah. Setelah itu, Brama beralih tersenyum menatap Angel, lantas melingkarkan kuciran itu di pergelangan tangan kanan Angel. Setelah melakukan hal tersebut, dia sedikit merapikan rambut Angel.

“Kamu tambah cantik kalau rambutmu digerai gini, Ly. Ayo, turun. Oh, ya, aku telepon petugas kebun dulu. Kemarin aku sudah sewa wolker biar kamu bisa jalan-jalan sama aku mengelilingi kebun ini,” ucap Brama lalu mengambil handphone-nya untuk menelepon petugas.

Beberapa menit kemudian, petugas kebun datang membawakan wolker dan  dua keranjang kecil sebagai wadah bunga yang akan dipetik nanti. Petugas itu pun membantu Angel turun dari motor. Setelah berdiri dengan wolkernya, Angel tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada petugas tersebut. Dirasa tugasnya sudah selesai, petugas itu berpamitan pergi.

Kini Angel sudah berada di area kebun. Mata mereka pun dimanjakan dengan banyaknya berbagai jenis bunga bermekaran.

“Senang nggak, Ly? Baru pertama kali ‘kan ke sini? Indah dan sejuk banget ‘kan tempatnya?” tanya Brama sesekali berjalan di samping Angel yang berjalan dengan wolkernya.

“Iya, Bram, indah banget aku juga senang. Namun…” Kalimat Angel menggantung lalu dia menunduk.

Reaksi Angel membuat Brama yang awalnya menatap depan kini menoleh kepada Angel.

“Namun, kenapa, Ly?” tanya Brama.

Setelah menghela napas dia menatap Brama. “Aku minta maaf.”

“Minta maaf untuk?” tanya Brama heran.

“Banyak mata yang memandangmu gara-gara aku. Pasti kamu malu. ‘Kan aku---“ Kalimat Angel terpotong karena jari telunjuk Brama menempel di bibirnya.

“Kamu cacat? Jalannya pakai wolker?” tanya Brama melanjutkan perkataan Angel.

“Iya.”

Jawaban Angel membuat Brama tertawa kecil. Kini jari telunjuknya beralih menyelipkan helaian rambut Angel ke belakang daun telinga. Dia menatap wajah Angel dengan lembut.

“Aku nggak malu jalan berdua seperti ini sama kamu. Mereka yang memandang itu pada iri. Kamu cantik, Ly. Mungkin mereka juga heran, kenapa kamu bisa jalan sama aku. Aku ‘kan ganteng,” jawab Brama menghentikan aktivitasnya dan terkekeh.

Mendengar hal itu, Angel tertawa dan melanjutkan langkahnya begitu pula Brama.

“Benar juga, sih. Kamu pun dekat dengan banyak cewek cantik,” ucap Angel masih sesekali tertawa. Dia pun tetap berjalan.

Brama terkekeh lagi mendengar hal tersebut. “Meski begitu, kamu yang paling cantik bagiku, Ly.”

Angel pun tetap dengan hal yang sama. Dia masih sesekali tertawa. “Sudah, Bram, ngegombalnya. Takut bunganya mendadak layu.”

“Oke. Kamu mau petik bunga apa? Aku bantu, yuk!” ajak Brama, dia masih sesekali tertawa karena percakapan tadi. Angel memang pandai mencari-cari topik meski itu pembahasannya sangat sederhana.

Kini Brama dan Angel memetik bunga mawar, senyum Angel terus mengembang saat melakukannya meski hanya menggunakan dengan tangan kanannya, itu pun juga dibantu Brama. Ketika Brama memetik bunga mawar putih membersihkan duri dan memotong tangkainya pendek, dia menyelipkan bunga tersebut ke daun telinga Angel. Sang empunya pun sedikit terkejut lalu dia memandang pelakunya yang kini tersenyum.

“Terima kasih, Bram. Duniaku terasa baru bersamamu,” kata Angel tangan kanannya mengelus pipi Brama setelah meletakkan bunga di dalam keranjang.

Brama merespons dengan mengenggam tangan Angel di pipinya dan mengecupnya lembut. “Kamu harus tahu dunia luar, Ly, dan aku yang  akan memperlihatkan itu ke kamu. Aku juga akan menambah semangat dalam hidupmu walau semangat itu terletak pada dirimu sendiri.”

Mendengar hal itu, Angel menghela napas lalu menurunkan tangannya dari pipi Brama. Kepalanya pun menunduk, tiba-tiba air bening itu luluh dari matanya. Reaksi Angel membuat Brama mengangkat dagunya lembut, lantas tangan kirinya menghapus air mata tersebut.

“Aku tahu kamu masih kehilangan itu, Ly,” ucap Brama.

“Bahkan aku nggak tahu, Bram. Arti diri sendiri itu apa? Aku benci, aku belum bisa maafin dia. Apalagi itu. Semangat? Semuanya omong kosong bagiku,” ucap Angel dalam tangisannya sembari menatap wajah Brama.

Mengetahui hal tersebut, Brama langsung saja menyatukan dahi dengan dahinya Angel. Kedua tangannya pun menangkup pipi Angel yang berdiri dengan posisi menyamping itu.

“Dengarkan aku, Ly,” kata Brama.

Angel menatap Brama. Angin sejuk menerpa wajahnya yang terasa panas. Angel bisa mencium semerbak aroma bunga yang ikut terbawa angin. Samar-samar suara pengunjung lain berubah menjadi lantunan musik yang mengiringi percakapan mereka. Mendadak tangan kirinya mengenggam erat wolker yang membantu menopangnya itu; waktu serasa berhenti lama sekali. 

“Aku akan jawab pertanyaanmu tadi. Kamu bisa percaya sama aku, Ly. Aku juga mau mengajarimu,” ucap Brama sungguh-sungguh.

Perkataan Brama mendadak membuat Angel menjauhkan dahinya. Dia pun mengelap air matanya. Dalam hati, dia merutuki dirinya sendiri. Mengapa saat sama Brama sisi ceweknya muncul? Dia bener-benar menjadi cewek yang lembut dan cengeng di depan Brama. Lantas, Angel beralih memetik bunga lagi. Respons Angel membuat Brama tertawa kecil seraya membantu Angel mametik bunga itu.

Salting, ya, Ly? Akhirnya, aku bisa membuatmu salting,” gumam Brama, dia tertawa kecil lagi meledek Angel.

Ledekan Brama berusaha tak digubris oleh Angel, meskipun pipinya sudah bersemu merah. Dia berharap Brama tidak mengetahuinya.

******

Ketika Waktu BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang