“Awalnya, kukira aku akan mendapat rumah kedua di sekolah ini setelah rumah pertamaku hancur. Kukira di sini aku mendapatkan sayang dari teman-teman. Ternyata sama saja. Hanya beberapa dan bahkan bisa dihitung. Guru-guru pun juga,” ucap Angel menatap Abit dengan posisi yang sama.
“Terus, apa urusannya denganku?” sanggah Abit ketus.
“Nggak ada. Namun, dengarkan aku dahulu. Aku mohon, Bit.” Angel pun masih tetap mengenggam tangan kanan Abit di pipinya, meski sang empunya tangan berusaha melepaskan.
“Oke. Aku akan mendengarkanmu,” jawab Abit mengalah. Dia merasa Angel saat ini di titik lukanya. Angel bukan dia yang seperti biasanya.
“Terima kasih,” balas Angel.
Abit hanya mengangguk mengiakan permintaan Angel.
“Jika kamu merasa kehilangan, Bit, kenapa kamu melukaiku?” tanya Angel.
“Kamu merasa aku lukai?” tanya Abit balik.
“Iya. Kamu menambah luka itu, Abit! Kamu semakin membuat aku capek!” sanggah Angel. “Kalau kamu mau melanjutkan, silakan. Aku akan melihat sampai mana kamu bertahan!”
Deg!
Abit yang mendengar hal itu tersenyum sinis. Dia menatap Angel lekat. Di dalam hatinya, Abit tak menyangka Angel benar-benar tidak menyerah dengan ancamannya.
“Aku tidak merasa melukaimu, Ngel. Namun, akan aku pastikan. Aku tak akan pernah melakukan itu padamu,” tegas Abit.
Ucapan Abit membuat Angel tertegun. Pasalnya, dia bingung apa arti dari perkataannya.
“Maksudmu apa, Abit? Aku nggak ngerti,” ucap Angel melepas tangan Abit dari pipinya dan mundur selangkah dari hadapannya.
Respons Angel menandakan dia benar-benar lelah dengan semuanya, tak terasa air bening itu luluh lagi dari mata. Entah mengapa tiba-tiba perasaan Angel tak karuan, badannya gemetar. Akhirnya, dia ambruk disusul wolkernya, membuat ujung benda itu menggores pergelangan tangan kanan Angel. Seketika darah segar langsung keluar begitu saja. Cairan merahnya telah menetes di keramik tersebut.
Melihat tangannya terluka dan darah, Angel tertawa sinis.
“Apakah aku harus menjadi orang jahat agar aku tidak disakiti terus? Aku nggak tahu lagi mau apa?” gumam Angel dalam tangis dan tawanya.
Hati Abit pun berdenyut nyeri mendengar ucapan Angel. Dia ingin menghampiri Angel, tetapi gengsinya lebih tinggi. Akhirnya, dia memutuskan untuk pergi.
Di sisi lain, Rayyan yang masih bersama Bu Kenanga tetap menahan diri untuk tidak menghampiri Angel begitu pula Nadinia, Krisna dan Brama yang baru saja datang. Mereka sengaja ditahan Bu Kenanga untuk menyusul Angel agar Angel bisa bergulat dengan dirinya sendiri.
Krisna pun hatinya mulai bergejok. Dia memukul tembok di sampingnya untuk meluapkan kekesalan itu.
“Dia terlalu lembut dibalik sifatnya yang keras. Jadi, banyak orang yang berusaha menggores agar menjadi kasar dan rusak. Itu yang paling istimewa darimu, Ngel,” ucap Krisna menunduk mengatur napasnya agar emosi tersebut dapat dikontrol. Mengetahui hal itu, Nadinia mendekati Krisna dia mengelus punggungnya agar Krisna semakin tenang.
“Aku tahu Angel sangat berarti bagimu, Kris. Aku pun juga,” kata Nadinia.
Krisna tidak merespons perkataan Nadinia. Dia malah menatap Brama yang berdiri tak jauh darinya.
“Bram?” panggil Krisna.
Panggilan itu membuat Brama menoleh lalu sorot matanya seakan-akan berkata, “Ada apa?” Mendapat respons tersebut, Krisna tersenyum.
“Jangan menambah capeknya Angel, ya, Bram?” pinta Krisna dia masih menatap Brama.
Deg!
Permintaan Krisna membuat Brama tertegun. Pasalnya, jantung itu berdegub lagi.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Bersamamu
Narrativa generale"Aku paham. Namun, kamu butuh pelukan itu. Kenapa menghidariku setelah pulang dari luar kota sampai sekarang, Ngel?" tanya Brama. Deg! Mendengar pertanyaan Brama, Angel memejamkan mata dia merasakan guyuran hujan yang semakin deras jatuh ke kepala d...