With---25: Caranya Sudah Habis

42 9 69
                                    

Setelah melepas pelukannya, Rayyan menatap Angel, sesekali menghapus air mata itu yang masih tersisa. Sang empunya mata pun juga melakukan hal yang sama.

"Mas, bagaimana rasanya disayang Papa?" tanya Angel sembari menatap sendu sang kakak.

Mendengar pertanyaan itu Rayyan tersenyum sembari mengelus pipi kanan lembut. "Biasa saja, sih. Aku juga nggak dekat sama Papa. Namun, Papa selalu ada saat aku membutuhkannya. Aku nggak membandingkan antara Papa dan Om Arka, ya, Ngel, tetapi beliau memang benar-benar aneh."

"Memang. Kalau nggak aneh, aku bisa merasakan menjadi anak itu seperti apa?" jawab Angel.

"Nggak habis pikir, sih. Wajar juga seorang papa marah akan hal yang tadi, tetapi setidaknya, sadarlah kalau dia salah. Nggak harusnya dia nyalahin kamu. Kalau bukam, Om, terus, siapa yang ngantar kamu pulang?" tanya Rayyan lalu melepaskan tangannya dari pipi Angel.

"Entahlah, Mas. Aku nggak tahu, mungkin biar aku mandiri. Tadi yang mengantarkanku itu Brama," balas Angel.

"Mandiri nggak gitu caranya. Mandiri itu dibantu setelah tahu lepaskan. Kita manusia bukan ayam yang menetas lalu bisa cari makan sendiri. Itu kalau kasarnya. Kenapa nggak menyanggah tadi? Membela dirimu sendiri, bila kamu bukan cewek yang gampang percaya sama orang," ujar Rayyan. Jujur, dia masih kesal dengan Arka.

"Itu pemikiranmu, Mas. Sampai sekarang pun aku nggak tahu arah dan pola pikir Papa seperti apa. Hanya Mama yang mempunyai pola pikir lurus dan dapat aku mengerti meski Mama tidak bisa berbuat banyak. Percuma, Mas. Ujung-ujungnya juga seperti tadi. Sekalian saja."

Perkataan Angel membuat Rayyan menghela napas lalu menatap mata adiknya lembut. "Apa pun yang terjadi kamu nggak boleh balas dendam pada Papa meski sudah menggebu rasa itu di hatimu."

"Tergantung," kata Angel tersenyum sarkas.

"Maksudnya? Jangan aneh-aneh, deh, Ngel," ucap Rayyan terdengar panik.

Suara kakaknya yang terdengar panik membuat Angel terkekeh lalu dia mengelus pipi Rayyan yang tampak merah karena tamparan Arka tadi.

"Pipi kamu nggak sakit, Mas? Bentar aku ambilin salep di laci sebelum minta bantu Mama untuk bersih-bersih di toilet." Setelah berkata demikian Angel ingin beranjak ke meja belajarnya untuk mengambil salep dalam laci. Namun, saat dia sudah berdiri dengan tangan kirinya memegang wolker. Tangan kanan Angel ditarik Rayyan sehingga dia ambruk dan duduk kembali. Rayyan memandang wajah adiknya itu lekat, jarak keduanya sangat dekat sampai tangan kanan Rayyan yang awalnya memegang pundak Angel agar tidak jatuh kini beralih mengangkat dagu Angel agar dia menatap lurus kepadanya.

"Jawab pertanyaanku tadi, Ngel. Jangan mengalihkan pembicaraan," kata Rayyan sesekali tersenyum sarkas.

Melihat perubahan senyuman sang kakak yang mengerikan, Angel malah tertawa sarkas. Jujur, Rayyan saat ini sangat takut jika sisi kiri Angel benar-benar bangkit karena hantaman dalam hidupnya tidak pernah main-main. Jahatnya orang baik itu melebihi definisi jahat itu sendiri bila sisi kanannya sudah tak sanggup lagi untuk menidurkannya.

"Tergantung Papa berkelajutan seperti apa beliau memperlakukanku," jawab Angel santai.

Jawaban Angel membuat Rayyan mengerutkan kening bingung lalu dia melepas tangannya dari dagu Angel lantas dia mengusap wajah kasar.

"Maksudnya, jika papamu memperlakukanmu tidak baik, kamu juga akan melakukan hal yang sama. Gitu? Jahat kamu, Ngel, kalau seperti itu."

"Inginnya seperti itu. Namun, tenang, kok, aku nggak akan melakukannya. Arka Nahendra tetap papaku sampai kapan pun. Aku akan mencintai dan menghormatinya sepanjang hidupku meski aku sudah sangat sulit percaya dengannya," ucap Angel lalu dia benar-benar ke toilet untuk bersih-bersih dibantu sang mama yang Angel susul terlebih dahulu untuk meminta tolong di dapur setelah pertengkaran tadi.

Ketika Waktu BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang