Akhirnya, Rayyan dan Angel telah sampai di sekolah. Mereka sudah di ruang BK bersama Brama dan teman-teman lainnya yang terlibat peristiwa tadi. Kini, Rayyan sebagai ketua OSIS terlebih dahulu mengadap Bu Bira untuk duduk di hadapan beliau, sedangkan yang lainnya menunggui duduk di sofa tepat di belakang Rayyan. Dia pun juga sudah selesai menceritakan peristiwa itu. Bu Kenanga yang tak sengaja sedang di ruang BK, memutuskan mengurungkan diri untuk ke ruang guru. Beliau pun ingin tahu kenapa Rayyan senekat itu, sebab dia juga paham ketua OSIS SMA Rimbun Jaya ini tidak akan pernah main-main jika hal itu menyangkut tentang sang adik.
“Kamu tegas, Ray, dan juga tenang menghadapi masalah. Tidak peduli yang salah itu adikmu, kamu mempertegas dia untuk bertanggung jawab atas kesalahannya. Namun, perihal kamu menonjok Brama, meski alasannya karena tidak terima itu tetap salah. Kamu dapat hukuman. Tenang saja, jabatanmu nggak akan dicabut, kok. Soalnya, baru satu kali pelanggaran. Lain misalnya, kalau pelanggaran tersebut sudah tiga kali. Kamu kehilangan jabatan ini sekarang juga,” jelas Bu Bira.
“Saya paham, Bu. Lantas, apa hukuman saya dan teman-teman?” tanya Rayyan to the point.
“Kalian saya skors satu hari mulai dari besok dan lusa baru boleh masuk,” titah Bu Bira.
“Baik, Bu,” jawab Rayyan.
“Cuma, waktu ini bukan dibuat untuk leha-leha seperti hari libur, ya? Ada tugas khusus untuk kalian dan kalian juga tetap mengikuti pelajaran dari rumah,” tegas Bu Bira.
“Maksudnya online, Bu?” tanya Rayyan memastikan.
“Iya. Tugas tambahannya membuat makala tentang sejarah kerajaan Majapahit dengan bahasa Indonesia baku, tanpa typo, salah tanda baca dan yang lainnya. Nanti dikumpulkan ke Bu Kenanga. Lima hari dari besok.”
“Baik, Bu,” jawab Rayyan.
“Nggak ada penolakan. Nggak ada penawaran. Oke?” tegas Bu Bira.
Rayyan pun hanya mengangguk patuh, begitu pula yang ada di belakang.
“Urusan saya denganmu selasai, Ray. Kamu mundur, tapi nggak boleh keluar ruangan dahulu sebelum semuanya saya tanyai. Sekarang, Brama dan Ake maju ke depan!” titah Bu Bira ketika Rayyan sudah duduk di sofa samping adiknya.
Setelah Brama dan Ake duduk di depan Bu Bira dengan sekat meja itu, beliau menghela napas.
“Sekarang, saya mau tanya terlebih dahulu pada Brama,” ucap Bu Bira.
“Baik, Bu Bira. Silakan,” sahut Brama sopan.
“Saya akui perbuatanmu di kolam itu baik dengan tujuan menolong Angel, tapi…“ Kalimat Bu Bira menggantung lalu menghela napas. “Kasih napas buatannya yang nggak baik. ‘Kan ada Nadinia, Brama. Dia bisa melakukannya ke Angel. Itu perbuatan yang tidak sopan jangan mengulanginya lagi, ya. Apalagi di lingkungan sekolah. Peluk-peluk cewek tanpa ada sebab atau tidak ada hal yang mengharuskannya, itu juga nggak boleh. Karena di sini yang sangat rugi adalah Angel, bukan kamu,” nasihat Bu Bira.
“Saya melakukannya karena refleks dan khawatir juga, Bu. Namun, saya paham, kok. Saya salah,” balas Brama.
“Bagus. Sekarang, saya ke Ake. Kamu boleh mundur dahulu,” pinta Bira kepada Brama.
“Baik, Bu,” ucap Brama lalu dia kembali duduk di sofa belakang.
“Ake, saya mau tanya. Apa tujuan kamu melakukan itu ke Angel?” tanya Bu Bira.
“Nggak suka, Bu,” jawab Ake.
“Nggak suka karena?” tanya Bu Bira penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Bersamamu
Ficción General"Aku paham. Namun, kamu butuh pelukan itu. Kenapa menghidariku setelah pulang dari luar kota sampai sekarang, Ngel?" tanya Brama. Deg! Mendengar pertanyaan Brama, Angel memejamkan mata dia merasakan guyuran hujan yang semakin deras jatuh ke kepala d...