“Jelaskan sama aku. Dari kapan kamu pacaran dengan Brama, Ngel? Ini memang bukan urusanku, tetapi aku hanya ingin menjagamu,” kata Nadinia. Kini, Angel berada di kamarnya bersama Saras.
“Dua hari yang lalu,” jawab Angel lesu. “Bisa jangan tanya itu dulu, Ndin?”
“Oke. Maaf, Ngel,” balas Nadinia lalu memeluk Angel sama halnya Saras juga.
“Mengapa kamu segitunya nggak sanggup, Ngel, bertemu dengan kakek dan nenekmu untuk yang terakhir kalinya? Aku paham ini sakit banget, Ngel, tap--“
“Bukan masalah sakit atau nggaknya, Sar. Namun, aku ngerasa belum bisa jadi cucu yang baik, yang bisa dibanggakan seperti anak-anaknya Tante Isari. Aku malu, Sar,” jawab Angel terisak memotong perkataan Saras tadi. “Aku sayang sama Kakek dan Nenek. Namun, aku belum bisa kasih itu. Kenapa waktu itu kejam, Sar?”
Saras menggeleng dalam pelukan Angel. “Kamu dan anak-anaknya Tante Isari itu berbeda. Kamu sudah berusaha, Ngel, hanya mereka saja yang tidak menghargai kamu. Sekarang, aku tahu mengapa kamu nggak sanggup. Jangan memaafkan dulu kalau kamu belum bisa, semua itu perlu waktu, ya.”
“Aku sudah memaafkan mereka, Sar,” sanggah Angel semakin menangis.
“Iya. Aku percaya,” jawab Saras.
“Sudah, Ngel. Di sini saja dulu. Kamu butuh tenang, aku ambilin minum, ya?” tawar Nadinia melepas pelukannya, kemudian dia ke dapur mengambilkan minum.
*****
Di sisi lain, setelah selesai acara pemakamannya. Rayyan pun kembali ke dalam mobil bersama Wanti. Dia menghela napas lega ketika Brama pengirim pesan Whatsapp bahwa sang adik sedang di rumah Nadinia.
“Tante kukuh mau mengajak Angel pulang dengan situasi seperti ini?” tanya Rayyan.
“Dia di mana, Ray?” tanya Wanti balik.
“Di rumah Nadinia.”
“Ayo! Kita paksa dia pulang,” ajak Wanti.
“Nggak, Tan. Rayyan tidak akan maksa Angel pulang ke rumah dulu,” sanggah Rayyan.
“Kamu tahu apa tentang Angel dengan kakek dan neneknya hingga dia nggak sanggup menemui mereka untuk terakhir kalinya, Ray?” tanya Wanti mengejek.
“Tante malah yang harusnya mendapat pertanyaan itu. Tahu apa Tante tentang mereka? Ya, ini bukan salah kita Tante. Namun, sebagai mamanya. Tante harusnya paham tidak memaksa Angel pulang,” bantah Rayyan.
“Terus, apa kata tetangga Ray, jika dia tidak ada di rumah saat pengajian nanti malam? Aku malu,” jawab Wanti.
Mendengar hal itu, Rayyan berdeceh. “Rasa malu itu nggak seberapa dengan rasa sakitnya Angel. Angel akan di rumah Rayyan sampai besok. Silakan Tante keluar. Rayyan akan susul Angel sendiri.”
Wanti hanya mengangguk, kemudian dia pun keluar dari mobilnya Rayyan. Tingkah sang tante membuat Rayyan menghela napas. Dia tak habis pikir; Wanti memaksa Angel hanya karena menuruti apa kata tetangga. Tantenya itu tidak sadar, Angel telah rusak akibat sifat egois yang Wanti miliki. Setelah dia lega, Rayyan mulai melajukan mobil meninggalkan pemakaman menuju rumah Nadinia.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Bersamamu
General Fiction"Aku paham. Namun, kamu butuh pelukan itu. Kenapa menghidariku setelah pulang dari luar kota sampai sekarang, Ngel?" tanya Brama. Deg! Mendengar pertanyaan Brama, Angel memejamkan mata dia merasakan guyuran hujan yang semakin deras jatuh ke kepala d...