With---56: Menambah Lagi

29 13 73
                                    

Kini, Angel sudah duduk di gazebo menunggu Abit. Tadi dia masuk sebentar untuk mengambil sesuatu. Ketika cowok itu kembali, di tangannya ada sebuah map merah dan bingkai foto. Sementara itu Angel sibuk memilih-milih bunga hydrangea yang dia petik tadi, Abit datang menghampiri.

Abit memperlihatkan foto yang ada di tangannya. Dia membiarkan Angel mengambil alih foto tersebut. Angel pun memandang cewek yang ada di dalam foto itu. Dia sedang berbaring di tempat tidur dengan alat medis lengkap yang menemaninya. Mukanya pucat, dan kedua kakinya pun kecil. Meski tertutup selimut, ukuran kedua kaki itu terlihat jelas.

“Ini siapa, Abit?” tanya Angel sesekali mengelus foto tersebut.

“Jellyna Biru, adik kembarku,” jawab Abit sesudah duduk di samping Angel. Map merah itu masih dia pegang.

“Manis dan cantik, mirip kamu juga. Sekarang, dia di mana, Bit? Aku ingin bertemu. Kalau di rumah sakit anterin, dong,” ajak Angel antusias.

“Memang kamu sudah sanggup dianterin ke sana?” tanya Abit terkekeh.

“Ke mana?” tanya Angel penasaran.

“Surga. Mau?” tanya Abit menaikkan satu alisnya.

“Nggak lucu, Bit. Ngeselin, ih!” sanggah Angel sebal.

“Biar nggak sedih saja, Ngel, akunya,” jawab Abit lalu dia mengadahkan kepalanya memandang langit biru.

“Maaf, Bit,” kata Angel merasa bersalah.

“Nggak apa-apa. Jellyna meninggal karena dia tidak sekuat kamu menahan sakit di fisik dan hatinya. Aku bodoh, Ngel. Aku tidak bisa seperti Rayyan yang sesayang itu sama kamu meski kalian bukan saudara kandung. Cuma sepupu saja malah. Rasa sayang kalian kuat.” 

“Kenapa, Bit?”

“Aku malu, Ngel, dan…” Kalimat Abit menggantung lalu menoleh menatap Angel yang masih sesekali mengelus foto itu. “Penyesalan ‘kan pada akhirnya? Aku mau melakukan itu ke kamu, tapi memilih mem-bully-mu saja ‘kan lebih seru,” kata Abit terkekeh.

“Aneh kamu, Bit,” balas Angel sesekali menggeleng.

“Memang, sih, tapi kamu baik, kok, Ngel.

“Oh, ya? Aku nggak merasa. Hanya, aku menghargai kamu saja, Bit.”

“Makasih, ya. Sudah menjadi adikku sehari,” ucap Abit. Sekarang, dia menatap depan.

“Kita akur, nih?” tanya Angel. Kini, dia yang menatap Abit.

Mendengar hal itu. Abit tertawa kecil. “Nggak, Ngel. Kita lanjut.”

“Oke. Tapi kamu jangan macam-macam, ya?” tawar Angel.

“Nggak akan. Masalahmu sudah banyak, Ngel, tapi aku mau menambahnya lagi dengan ini,” ucap Abit lalu memberikan map merah yang dia pegang tadi.

Angel pun meletakkan bingkai foto itu di sampingnya dan menerima map tersebut. Dia pun langsung saja membuka map itu, lantas membacanya.

*****

Ketika Waktu BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang