⁶ lebih sakit hati lagi

1.2K 108 12
                                    

"Serius lo mau pulang?" Seokmin bertanya kepada Mingyu yang berjalan di sampingnya, keduanya keluar dari gedung utama.

Pemuda tan itu menganggukkan kepalanya. "Nih, gue dah siap tinggal pulang." jawabnya, karena dirinya tidak perlu kembali ke apartemen dan bisa pulang ke rumahnya yang jaraknya memang tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu satu jam setengah menggunakan motor.

Seokmin menatap Mingyu dengan bingung. "Mau di kasih apaan lo, semangat banget pulang pas weekday." tanya Seokmin dengan tatapan curiganya.

Mingyu tersenyum dengan lebar. "Brownis.."

"Bangke!" Seokmin memukul lengan Mingyu cukup keras. "Tinggal di kasih brownis doang lo langsung pulang." balasnya kesal.

"Lah, kan lo tahu sendiri brownis buatan nyokap gue enak Dika, nggak ada tandingannya." balas Mingyu, membanggakan kue kesukaannya yang selalu dibuatkan ibunya sejak dirinya masih kecil.

Seokmin menghela napasnya panjang. "Iya tahu.. tapi emang lo nggak bosen Al?" tanyanya lagi.

Mingyu yang menaiki motornya langsung menggelengkan kepalanya. "Gue nggak bakal bosen sama brownis bikinan nyokap gue.." balasnya dengan senyuman, ia memakai helmnya dan menepuk kepala Seokmin. "Duluan Budi.." ucapnya langsung melaju.

"Udah gue bilang jangan panggil gue Budi!" serunya marah, ia berdecak kesal dengan Mingyu, sungguh merasa kesal dengan mereka yang memanggilnya dengan panggilan nama depannya itu.

Sedangkan Mingyu, dirinya terus melajukan motornya ke arah rumahnya, yang memang hanya berbeda wilayah kota dengan tempat dirinya menempuh pendidikan sarjana. Selama perjalanan, Mingyu terus bernyanyi karena ia memasang headset di kedua telinganya. Membutuhkan waktu hingga satu jam setengah hingga dirinya sampai di rumah keluarganya. 

Mingyu melepas helm dan headset yang ia gunakan, turun dari motornya yang sudah ia parkirkan di garasi rumahnya. Ia melangkah memasuki rumah tersebut setelah membuka pintu, menatap sekeliling yang keadaannya begitu sepi. "Ma.." panggilnya seru. 

"Oh.." wanita paruh baya muncul begitu saja dari arah dapur. "Alva.." serunya sembari mendekati putra bungsunya dan memeluknya dengan erat. 

Mingyu terkekeh kecil, ia melepas pelukan sang ibu dan menatap ibunya dengan lekat. "Mana brownis-nya?" tanyanya kemudian. 

Nyonya Mahendra mendengus kesal. "Kok yang ditanya malah brownis-nya sih bukan mama." balasnya dengan kesal.

Pemuda jakung itu tersenyum dengan canggung. "Maaf deh, kan Alva kangen juga sama brownis  bikinan mama.." balasnya. 

Wanita paruh baya itu menghela napasnya. "Mama baru bikin adonannya sayang.. kamu istirahat dulu gih, pasti capek. Nanti kalo udah selesai, mama panggil." ucapnya sembari mengusap wajah Mingyu yang sudah jauh lebih tinggi darinya. 

Mingyu mengangguk kecil. "Papa sama abang kerja ma?" tanyanya kemudian, ia melepas jaketnya. 

"Iya, nanti sore juga pulang." balas sang ibu, yang kemudian berbalik dan berjalan kembali ke arah dapur. 

Mingyu sendiri berjalan menuju kamarnya, kamar yang belum terlalu lama ia tinggal. Ia meletakkan jaketnya di atas kursi yang ada di kamarnya, lalu mendudukkan diri di sisi ranjang dan meraih ponselnya. Mingyu membuka aplikasi whatsapp dan membalas pesan dari teman-temannya. 

Ia lalu membaringkan tubuhnya di tempat tidurnya, merasa begitu lelah apalagi dirinya belum sempat istirahat panjang setelah dirinya bertanding. Mingyu menarik selimut untuk menutupi separuh tubuhnya dan perlahan dirinya terlelap begitu saja. 

Brown-niesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang