1. Matang Puluh

5.4K 418 71
                                    

Seorang gadis yang berstatus santri sebuah pondok pesantren yang cukup tersohor sedang duduk di bagian pojok kamar khusus. Di depannya terdapat meja kecil yang ia pakai untuk menaruh mushaf berikut dengan sebuah buku catatan kecil dan bolpoin.

Senyumnya merekah sempurna tatkala berhasil menambah jumlah catatan dalam buku itu sehingga kini jumlahnya mencapai empat puluh catatan hari dan jumlah khataman alquran.

Catatan bukan sembarang catatan karena itu adalah pertanda bahwa dirinya telah selesai melaksanakan riyadhah matangpuluh yang gurunya dawuhkan seusai dirinya berhasil mengkhatamkan 30 juz hafalan beberapa bulan yang lalu.

Matangpuluh adalah sebuah tradisi yang sudah sejak dulu dilakukan di pesantren yang bernama An-Nadwah ini. Mengkhatamkan al quran selama sehari semalam dan berlangsung selama empat puluh hari. Tradisi ini diperuntukkan untuk para santri putra maupun putri yang memilih jalur hafidz atau hafalan al quran. Tentu pelaksanaan bisa berbeda antara putra dan putri karena santri putri biasanya terjeda oleh waktu haid sehingga tidak bisa empat puluh hari berturut-turut.

Salah satu tujuan dari riyadhah ini adalah agar ayat-ayat al quran yang sudah berhasil dihafal semakin melekat dalam ingatan karena dibaca berulang sebanyak empat puluh kali. Tidak ringan memang, makanya diperlukan niat dan wirid yang sungguh-sungguh. Dan riyadhah ini juga menjadi salah satu syarat yang harus santri huffaz penuhi sebelum boyongan atau memutuskan keluar dari pondok.

"Alhamdulillah..." ucapnya sendiri seraya mengambil mushaf yang dipakai riyadhah lalu menciumnya sesaat.

Mushaf ia letakkan kembali di meja, selanjutnya ia berbaring di kasur yang tak jauh darinya, sekedar merenggangkan otot-otot yang kaku karena terlalu banyak duduk. Perasaannya lega dan penuh syukur, setelah sempat ragu bisa menyelesaikan riyadhah ini dengan baik atau tidak. Meskipun memang tidak bisa selesai dalam empat puluh hari karena terhalang haid, tapi dia cukup bahagia karena step by step target-target dalam hidupnya terlampaui. Meski juga badannya terasa kurang fit, apalagi kepalanya yang terasa sakit karena harus benar-benar prihatin menjalani matangpuluh ini. Tapi semua itu kini terbayarkan sudah.

Memang dia belum akan boyong karena kuliahnya masih setengah jalan. Akan tetapi ketika bu Nyai yang ia panggil umi itu sudah memberi perintah agar segera melaksanakan matangpuluh, maka sebisa mungkin dia laksanakan terlebih kedua orang tuanya juga mendukung penuh ketika dia minta doa restu. Sengaja memilih ketika liburan kuliah juga agar bisa lebih fokus menjalani riyadhah ini.

Masih sambil tersenyum senang bercampur lega, ia pandangi sekeliling kamar yang tidak terlalu luas ini. Selama menjalani matangpuluh, dia tinggal di kamar khusus yang memang sudah disiapkan oleh pihak pondok. Beberapa kamar khusus itu terpisah dari bangunan asrama pondok namun dekat dengan ndalem. Diharapkan agar santri-santri yang sedang menjalani riyadhah bisa lebih fokus dan tidak banyak mendapat gangguan dari hal lain.

Euforia nya terhenti kala pintu kamarnya diketuk dari luar. Segera ia bangkit untuk membuka pintu.

"Mbak Mina," sapa gadis itu dengan senyum yang kembali mengembang. "Aku udah selesai," sambungnya dengan penuh rasa senang dan syukur.

Santri yang lebih senior darinya dan bernama Mina ini ikut tersenyum. "Alhamdulillah, ikut seneng, Mbak Acha."

Acha—nama akrab gadis itu. Santri-santri yang lebih senior pun tetap memanggilnya dengan sapaan 'mbak'. Lantaran gadis itu merupakan dzuriyah dari kyai besar yang ada di Semarang sehingga kebanyakan teman-temannya pun segan dengannya. Walaupun sudah bertahun-tahun dia berada di sini, dan berulang kali menunjukkan sikap bahwa dia ingin dianggap biasa saja seperti yang lain.

Hitam Putih Dunia PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang