Sok tahu, kekanakan dan mengganggu.Tiga kata yang sepertinya dijadikan setan sebagai alat untuk membuat hati Acha tak kunjung dingin. Sebab ketika mengingat tiga kata yang disebutkan oleh Faisal untuk dirinya itu membuat Acha benar-benar tersinggung dan akhirnya memilih diam untuk meredam emosi.
Sempat membuat Faisal khawatir tak ingin ikut pulang, pada akhirnya Acha berhasil menekan egonya untuk tetap pulang ke rumah Faisal. Sebab dia juga ingat masih punya banyak kewajiban yang harus dikerjakan.
"Alhamdulillah, akhirnya kalian sampai juga. Abah lega."
Sambutan hangat langsung Acha dan Faisal dapatkan sesaat setelah mereka sampai. Bukan hanya sekedar basa-basi karena Acha benar-benar melihat raut senang dan lega dari mertuanya itu. Meski suaminya tetap saja menanggapinya dengan datar.
"Papa dan mama titip salam, Bah." ucap Acha disaat dia mencium tangan abah.
Khalid menerima dan menyambutnya dengan senang lalu dia menepuk kepala Acha penuh rasa sayang. "Maafkan Abah ya, Nduk."
Acha tidak ingin mempertanyakan dengan lebih dalam kenapa abahnya meminta maaf. Kemungkinan besar tentang masalah kemarin. Entah kenapa pria paruh baya ini harus meminta maaf, padahal Acha yang jauh merasa lebih bersalah.
"Acha juga minta maaf, Bah."
Khalid menepuk kembali puncak kepala Acha. Sebagai tanda bahwa dirinya juga sudah memaafkan terlepas Acha tidak salah apapun karena baginya, yang paling salah adalah dirinya sendiri. Dan juga, Khalid tidak ingin membahas masalah itu lagi. Sekarang dia lebih fokus untuk menunggu putranya memaafkan dan kembali bersikap hangat.
Acha terpaksa pamit masuk ke kamar karena sudah sejak tadi suaminya masuk setelah hanya menyapa abahnya sekilas saja. Langkah Acha sedikit melambat ketika dia melewati dapur dan disana ada Khansa bersama umi. Cepat-cepat Acha masuk kamar karena tiba-tiba saja perasaannya bertambah buruk.
"Mbak Khansa kenapa betah sekali di sini?"
Faisal yang sedang merapikan baju-baju Acha ke lemari dibuat terkejut ketika tahu-tahu pintu kamar terbuka dan diikuti pertanyaan Acha tanpa basa-basi.
"Dia hanya mampir. Sekarang sudah tinggal di rumahnya sendiri."
"Kok Gus Isal membela dia sih?"
Mata Faisal mengerjap pelan. Kebingungan langsung menyerangnya karena merasa salah bicara. Acha masih dalam keadaan tidak stabil.
"Saya hanya menjawab pertanyaanmu, Acha. Membela dari mananya?"
"Seharusnya Gus Isal juga ikut heran kenapa wanita itu suka sekali ke sini."
Baru saja Faisal menarik napas akan menjawab namun Acha kembali bersuara sehingga membuatnya serba salah.
"Kenapa Gus Isal yang mindahin bajuku? Biarin aja disitu. Nanti orang-orang tahu disangkanya aku suka nyuruh-nyuruh suami."
Seperti tak mengindahkan omelan Acha, Faisal tetap menyelesaikan pekerjaannya karena tinggal tiga baju Acha yang harus dimasukkan ke lemari.
"Tidak ada yang tahu apa saja yang terjadi di kamar ini. Kecuali kamu teriak-teriak begitu sehingga orang yang di luar dengar."
Bibir Acha mengerut sambil dia melangkah untuk mengambil alih alat-alat make up nya agar bisa ia tata di meja. Sebenarnya dia tidak ingin merepotkan apalagi membuat Faisal melakukan pekerjaan seperti ini.
Faisal menggelengkan kepala beberapa kali sambil tersenyum geli melihat istrinya yang benar-benar sedang susah didekati. Lantas ia memilih melepas bajunya dan menyisakan kaos putih lalu berbaring sambil mengamati tingkah istrinya. Akhirnya kamar ini kembali terasa nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Putih Dunia Pesantren
RomanceIni tentang seorang gadis bernama Achadiya Divyan AlMalik dan dunianya di pesantren yang tidak selalu putih bersinar. Di manapun tempatnya pasti selalu akan ada dua sisi, hitam dan putih. Pun dengan dunia pesantren yang dikenal dengan surganya para...