35. Pahlawan Yang Sebenarnya

2.1K 412 61
                                    

Faisal merapikan celananya setelah berhasil memakai sepatu. Sepuluh menit yang lalu dia baru saja selesai sholat ashar setelah menonton bioskop. Kini dia masih menunggu Acha selesai karena mereka tidak sholat bersama. Tidak lama kemudian Acha keluar dari arah pintu samping. Memakai sepatunya lalu mengedarakan pandangan sebentar dan langsung mendekati Faisal ketika sudah melihat keberadaan suaminya.

Jika bisa jujur Faisal sekarang deg-degan karena melihat wajah masam Acha padahal tadi sewaktu berangkat, istrinya itu sudah bisa sesekali tertawa.

"Mau ke mana lagi?" tanya Faisal, berusaha mengembalikan mood Acha.

"Sebenarnya aku pengin beli baju, tapi tidak jadi. Ayo pulang saja!"

Faisal menahan tangan Acha. "Kenapa pulang? Katanya mau jalan-jalan sampai malam."

"Malas kalau ditinggal tidur lagi."

Ingin merayu lagi tapi Faisal akhirnya hanya bisa tersenyum canggung karena kenyataannya memang tadi ia tidur dan ternyata itu yang membuat Acha kembali cemberut. Faisal tidak terlalu suka menonton, apalagi di bioskop. Tadi adalah pertama kalinya ia mengunjungi tempat semacam itu. Dan untuk alasan itulah ia bisa tertidur selama film diputar. Padahal Acha sampai matanya sembab gara-gara ikut terbawa alur film hingga menangis.

"Tidak. Masa saya tidur di toko baju."

Faisal mencoba menggenggam tangan Acha, untung saja tidak ada pemberontakan hingga akhirnya mereka kembali berjalan beriringan memutari mall.

Acha melirik suaminya yang jalan dengan anteng. Rencananya mau menunggu pria ini yang mencari topik pembicaraan. Tapi sepertinya sampai Acha bosan pun suaminya itu tidak akan bisa menghidupkan suasana dengan obrolan seru. Yang ada Acha bisa pingsan karena dilanda kebosanan.

"Gus Isal pengin beli baju tidak?" Akhirnya Acha tidak kuat, dia memulai pembicaraan.

"Tidak. Kamu saja."

"Tapi aku pengin beli buat Gus Isal."

Sebenarnya feeling Faisal tidak terlalu bagus dengan rencana Acha. Akan tetapi demi mendapat maaf, akhirnya dia menuruti kemauan istrinya. Mereka masuk ke salah satu toko dengan brand khusus pria. Faisal membiarkan Acha berkeliling sesuka hatinya hingga istrinya itu mengambil dua buah kemeja bermotif kotak.

"Saya tidak pernah pakai seperti itu."

"Makanya ini beli." jawab Acha sambil memasangkan baju itu di depan Faisal sambil mengamatinya.

"Yang polos saja kalau mau beli buat saya."

"Baju satu lemari isinya polos semua. Sekali-kali lah pakai yang bermotif biar hidupnya lebih bermotif, tidak lurus-lurus saja."

"Kamu mau merubah kepribadian saya?"

Acha berhenti memilah baju lalu menatap suaminya yang terlalu banyak protes. "Tentu saja tidak. Memang semudah itu kepribadian Gus Isal berubah-ubah menurut baju yang dipakai?"

Faisal merapatkan bibir. Acha yang masih dalam pengaruh emosi memang sulit didebat. Akhirnya dia hanya bisa pasrah ketika Acha membelikan untuknya dua kemeja bermotif kotak-kotak, satu celana bewarna cream dan satu jaket casual berwarna hitam.

Sedikit rasa hadir di pikiran Faisal karena setelah membelikan pakaian untuknya, Acha tidak juga membeli apa-apa untuk diri sendiri. Istrinya itu malah sibuk mengabadikan potret dirinya.

"Kamu tidak beli apapun, Acha?"

"Barusan udah."

"Maksudnya untuk kamu sendiri. Bukan untuk saya."

Hitam Putih Dunia PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang