16. Balas Dendam Acha

2K 396 112
                                    

"Udah beres semua ya ini? Tinggal berangkat kita ke lokasi,"

"Semua sudah, paling tinggal perlengkapan pribadi aja yang harus disiapkan masing-masing."

"Cha, properti yang buat program-program sudah siap angkut semua?"

"Beres."

"Oke. Jaga kesehatan ya guys, sampai bertemu hari Selasa."

Itu lah sepenggal percakapan Acha dan teman-teman satu kelompoknya yang akan menjalani masa KKN minggu depan. Meski hanya dua puluh hari saja, perlu persiapan yang banyak dan tidak sebentar. Beruntung semua sudah siap jauh-jauh hari dari hari pelaksanaan.

Hal itu juga yang membuat Acha lega. Sore ini dia akan pulang ke Semarang dengan tenang. Meski nanti setelah sampai rumah, hatinya susah tenang lagi oleh urusan lain. Apalagi kalau bukan urusan akad nya. Rasanya Acha belum percaya, kurang dari satu minggu lagi dia akan menjadi istri Faisal.

"Acha!"

Gadis itu menoleh dan langsung tersenyum ketika melihat Rehan berlari ke arahnya.

"Sudah dari tadi sampai sini, Mas? Maaf aku baru selesai."

Rehan mengibaskan tangannya. "Tidak apa-apa."

Sebelumnya memang Rehan sudah menghubungi Acha bahwa dia ingin bertemu. Dan Acha menyetujuinya. Maka dari itu, kini mereka duduk di kantin kampus.

"Ada apa Mas Rehan?"

Mereka mulai mengobrol sembari menunggu pesanan datang.

"Bagaimana dengan mas Faisal?"

Rehan tidak akan berasa-basi, untuk itu ia langsung bertanya inti dari tujuannya menemui Acha.

Mendengar pertanyaan itu, Acha tersenyum canggung. Sejujurnya dia bingung berada di posisi ini.

"Aku bingung, Mas."

Rehan nampak kecewa, dia juga tidak bisa memaksa Acha bisa membantunya. Namun dia juga tidak tau lagi harus meminta tolong pada siapa. Ibunya sering menangis memikirkan dan berharap bahwa Faisal anaknya.

"Aku tahu, Cha. Sebenarnya aku juga bingung dengan keadaan ini. Aku tidak punya ingatan apapun tentang mas Faisal jika memang dia benar-benar kakakku seperti yang ibu katakan. Tapi melihat ibu yang begitu yakin, dan sering menangis, rasanya aku tidak tega."

"Kenapa ibu begitu yakin, Mas? Maksud ku, tidakkah perlu bukti yang kuat? Tes DNA mungkin."

Rehan termenung. Sebenarnya itu juga sudah ia pikirkan. Namun ibunya selalu mengatakan bahwa perasaannya terlalu kuat. Berdasarkan bukti-bukti yang mereka kumpulkan selama ini, termasuk siapa yang membawa Faisal dari panti asuhan, semua memang membenarkan bahwa Faisal anak itu.

"Bagaimana caranya meminta mas Faisal tes DNA?"

Acha juga tidak tahu. Mengingat percakapannya waktu itu di rumah sakit, Acha bisa melihat betapa besar sakit hati yang Faisal pendam selama ini. Acha tidak yakin bahwa pria itu bisa dengan mudah diajak tes DNA.

Keduanya sama-sama termenung dengan pikiran masing-masing. Untung saja pesanan mereka datang sehingga bisa minum, setidaknya beban pikiran mereka sedikit terobati.

"Cha!" Tiba-tiba Rehan memekik, setelah minum otaknya lumayan cemerlang. "Kamu kan akan menikah dengan mas Faisal. Bisa tidak kamu curi rambutnya nanti? Diam-diam kita tes DNa."

Acha langsung tersedak. Bisa-bisanya Rehan berpikiran seperti itu.

"Masa aku nyuri rambut suamiku sendiri, Mas?"

"Apa kamu ada ide lain, Cha?"

Acha menggeleng lemah. Meskipun bisa saja nanti Acha diam-diam memotong rambut Faisl, tapi Acha ragu untuk melakukannya. Bukan masalah mudah tidaknya mengambil rambut, tapi Acha lebih memikirkan perasaan Faisal. Meski Acha juga ingin agar Faisal bertemu

Hitam Putih Dunia PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang