29. Penyakit Keturunan

1.7K 386 96
                                    


"Ada sedikit gambaran yang kurang bagus dari hasil tes darah Anda, Mas Faisal! Kami sarankan untuk pemeriksaan lebih lanjut agar Anda segera ditindaklanjuti dan tidak semakin melebar gejalanya."

Harapan Faisal untuk bisa pulang harus kembali sirna. Sudah dua hari dia menginap di rumah sakit, merasa sudah amat sehat namun ternyata dokter belum memberi izin.

"Apakah ada keluarga yang mempunyai riwayat anemia?"

Faisal menggeleng karena tidak tahu. Sementara itu Acha yang tak pernah absen menemani suaminya hanya bisa menggigit bibirnya penuh keraguan. Namun pada akhirnya ia menjawab, "Ibunya suami saya sering kontrol karena anemia, Dok."

Mendengar jawaban itu, Faisa hanya diam saja sambil melirik istrinya. Jelas dia paham yang dimaksud Acha bukanlah umi Lihah tapi seorang wanita yang datang mengaku sebagai ibu kandungnya. Bahkan untuk urusan penyakit pun harus diturunkan pada Faisal. Membuat pria itu tersenyum miris.

"Oh begitu," Sang Dokter menganggukan kepala sambil mencoret catatan kecilnya. "Ini bisa menjadi tambahan informasi."

Acha berubah khawatir memikirkan kesehatan suaminya yang ternyata tidak hanya sebatas kelelahan saja. Namun dia bisa bernapas lega ketika mendengar penjelasan dokter berikutnya.

"Hasil pemeriksaan menunjukkan penurunan kadar hemoglobin. Bukan semata karena efek kelelahan, apalagi ketika kami bertanya tentang pola makan, semuanya cukup baik. Untuk itu kami sarankan pemeriksaan secara menyeluruh untuk mengetahui sebab penurunan hemoglobin ini secara pasti. Tapi Anda tidak perlu khawatir, secara keseluruhan, semua hasilnya baik."

"Terimakasih, Dok."

Dokter itu mengangguk sambil tersenyum. Hendak pamit keluar namun dia kembali bersuara karena teringat sesuatu.

"Oh iya, apakah Anda perokok aktif?"

"Sangat aktif, sekali." Bukan Faisal yang menjawab melainkan Acha dengan semangatnya.

Dokter itu terkekeh melihat bagaimana cara Acha menjawab, seolah ingin mencari dukungan untuk mengingatkan suaminya perihal rokok.

"Mohon dengan sangat untuk perlahan mengurangi nya dan harapan terbesarnya, bisa berhenti total. Bukan hanya demi kesehatan Anda sendiri. Tapi juga pada orang-orang sekitar Anda, termasuk istri Anda ini. Apalagi jika nanti sudah ada anak. Kasihan mereka, jangan jadi egois ya, Mas."

Faisal hanya diam saja mendengar ucapan-ucapan dokter bahkan hingga pria berjas putih itu pergi. Sementara Acha langsung mengulang ucapan dokter dengan bahasanya sendiri yang tentu saja semakin panjang, menyerupai ceramah.

"Iya, dek Acha, nanti saya berhenti merokok." ujar Faisal yang telinganya sudah berdengung akibat mendengar ceramah panjang Acha yang melebih dokter. "Dua hari ini saya juga sudah berhenti merokok,"

"Ya coba saja merokok di sini kalau mau ditangkap polisi!" sahut Acha yang membuat Faisal malah tertawa, bukan takut dengan Acha yang mengomel karena memang sejak kemarin ia merindukan cerewetnya Acha.

"Jangan marah-marah terus, nanti cepat tua kamu."

Acha mencebik. "Biar saja, malah bisa mengimbangi Gus Isal."

Faisal semakin tergelak melihat tingkah Acha meski dirinya secara tidak langsung dikatakan tua oleh istri sendiri. Akhirnya ia hanya bisa menghela napas pasrah karena Acha menggunakan kesempatan ini untuk mengomel panjang lebar.

Ceramah panjang itu baru terhenti ketika ponsel Acha berdering tanda panggilan masuk. Segera saja Acha bergeser untuk melihat siapa yang meneleponnya. Akan tetapi, dia diam saja setelah membaca nama kontaknya. Seketika perasaannya campur aduk, bingung dan ragu.

Hitam Putih Dunia PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang