Gelar santri gabut yang pernah Ulfah sematkan untuk Acha sepertinya kini mengalami perubahan lagi karena sejak beberapa hari yang lalu Acha menjadi santri kalong.
Santri kalong adalah istilah untuk menyebut masyarakat sekitar pesantren yang memang butuh untuk belajar agama dengan kiainya. Namun mereka juga butuh membantu orang tuanya, sehingga mereka tidak menetap di pondok, hanya datang di kala waktu ngaji. Akan tetapi dalam hal ini alasan Acha bukan karena membantu orang tuanya melainkan karena menuruti apa yang menjadi perintah suaminya.
Entah ada angin apa yang tiba-tiba membuat Faisal berubah pikiran. Di awal pernikahan Acha sampai berpikir bahwa Faisal anti membawa dirinya pulang ke rumah, namun sejak beberapa hari yang lalu mereka tinggal di rumah Faisal. Bahkan suaminya itu sampai membeli lemari baru dan meminta agar sebagian besar barang Acha dibawa ke rumahnya.
Ketika Acha bertanya kenapa mereka akhirnya tinggal di sana, Faisal menjawab karena pertimbangan saat ini Acha sedang akan disibukkan dengan skripsi, tentu akan sedikit kerepotan jika dia masih menetap di pondok. Cukup masuk akal alasannya, meski Acha masih tetap merasa aneh dengan permintaan Faisal agar dirinya berada di rumah jika hanya Faisal sudah pulang kerja. Jika Faisal sedang bekerja, pria itu meminta agar Acha ke pondok 1 saja jika tidak ada jadwal ke kampus.
Cukup memusingkan, tapi Acha tak ingin memikirkannya terlalu dalam. Dia ingin stay kalem saja karena hubungannya dengan Faisal sedang sangat baik-baik saja pasca masalah tentang ibu kandung beberapa hari lalu. Intinya, dia tidak ingin cari masalah karena dirinya sedang butuh banyak pikiran dan tenaga untuk dialokasikan ke skripsinya. Meski hingga sekarang, judul saja belum ada. Kata Acha, yang penting niat dulu.
Acha tetap ikut ngaji di pondok 1. Dengan senang hati setiap waktu ngaji ia datang ke komplek 1, kadang jalan kaki, kadang memakai motornya, kadang juga memakai sepeda yang katanya milik Faisal, hadiah dari pak presiden tahun lalu ketika ada acara kenegaraan dan kantor Faisal turut serta.
Acha masih di mushola seusai ngaji sore. Ia duduk untuk menambah murojaahnya. Masih ada beberapa santri yang juga melanjutkan ngaji sendiri di sana, termasuk Mina yang kini mendekati Acha.
Gadis itu masih memakai mukena dan berjalan ke arah Acha yang berada di sisi mushola agak pojok.
"Mbak Acha,"
Acha hanya membalasnya dengan senyum singkat. Sedikit melirik ketika Mina duduk di sampingnya.
"Apa kabar, Mbak? Lama tidak jumpa,"
Masih tak merespon, Acha memilih menutup mushaf dan meletakkannya di jendela yang ada di sampingnya.
"Ada apa, Mbak Mina? Langsung saja."
Gadis manis itu tersenyum mendapati respon Acha yang dingin.
"Saya hanya pengin ngobrol, lama kita tidak ngobrol. Ya kan? Sekaligus saya ingin minta maaf,"
Acha tak terlihat antusias mendengar permintaan maaf dari temannya itu. Cukup merasa trauma karena pernah sedekat dan seakrab itu dengan Mina, tapi pada kenyataannya gadis itu menusuknya dari belakang.
"Selamat ya, Mbak Acha. Saya belum mengucapkan secara langsung atas pernikahan Mbak Acha dan Gus Isal. Semoga bahagia selalu dan Mbak Acha sabar menghadapi gus Isal yang memang tempramen."
Lagi, Mina terus bercerita meski Acha tak merespon.
"Gus Isal itu memang agak susah kalau sedang marah, kata-katanya bisa sedikit menyakitkan. mungkin Mbak Acha belum begitu tahu kebiasaannya. Kalau beliau marah, Mbak Acha ngalah saja, nanti kalau sudah dingin hatinya, biasanya akan minta maaf dengan sendirinya.""Tapi bukan masalah besar kok. Nanti Mbak Acha lama-lama juga akan hafal sendiri bagaimana harus menghadapi Gus Isal. Karena dia juga seorang penyayang meski sedikit kaku. Perhatian juga pada orang yang di sayang." sambung Mina lagi sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Putih Dunia Pesantren
RomanceIni tentang seorang gadis bernama Achadiya Divyan AlMalik dan dunianya di pesantren yang tidak selalu putih bersinar. Di manapun tempatnya pasti selalu akan ada dua sisi, hitam dan putih. Pun dengan dunia pesantren yang dikenal dengan surganya para...