Selain banyak omong, Acha juga suka berpikiran random yang terkadang tidak terpikirkan oleh orang lain.
Seperti yang ia lakukan dua hari yang lalu. Demi menuntaskan rasa curiganya pada Mina, ia harus melakukan satu hal. Sebagian hatinya belum percaya jika Mina yang telah melaporkannya pada umi. Namun sebagian hatinya juga merasa sangat kecewa. Selama ini, Mina adalah teman yang cukup dekat baginya.
Dua hari yang lalu, Acha sengaja cerita pada Mina bahwa dirinya bertemu gus Isal di tempat sercive motor. Padahal kejadian itu sudah cukup lama. Dia ceritakan apa saja yang terjadi di sana antara dirinya dan Faisal. Bahkan dia juga tidak segan bercerita bahwa Faisal dengan sangat perhatian rela memberikan nomor antriannya lebih dulu.
Lalu, apa yang terjadi sekarang?
Acha harus benar-benar menelan kekecewaan karena ternyata apa yang ia duga menjadi kenyataan. Dia dipanggil umi Sanah, dan kembali mendapat teguran. Bahkan umi Sanah terlihat seperti tak habis pikir pada Acha. Sudah diperingati, tapi masih diulangi.
Bagian yang paling mengesalkan adalah, ketika Mina berpura-pura tidak tau apa-apa dan bersikap lembut padanya.
"Mbak Acha tidak turun? Tidak ada yang ke sini?"
Acha baru saja selesai mandi dan sedang menyisir rambut ketika Mina masuk ke kamar dan seperti biasa, bersikap baik padanya.
"Tidak, Mbak."
"Oh.. Tidak apa-apa, Mbak Acha. Saya juga jarang disambangi. Kata ayah saya agar kita tidak manja di sini."
Acha menggigit bibirnya untuk menahan amarah. Ingin rasanya meluapkan rasa kecewanya pada Mina sekarang juga. Namun sebisa mungkin ia tahan.
"Kalau orang tua saya malah sangat memanjakan saya. Tidak sering menyambangi karena saya yang minta."
Mina sedikit terhenyak ketika mendengar nada suara Acha tidak seperti biasanya. Baru saja dia akan bertanya, ada seorang santri lain berdiri di ambang pintu kamar mereka.
"Mbak Acha, dapat pesan dari mbak Ulfah katanya ada keluarga mbak Acha yang datang."
Acha mengangguk sebelum mengucapkan terima kasih. Sebenarnya dia juga penasaran siapa yang datang, tapi karena ada Mina, ia tetap bersikap diam. Bahkan keluar dari kamar pun tanpa pamitan pada Mina.
Sambil jalan Acha masih sibuk membenarkan jilbab. Begitu sampai di aula, ia mengedarkan pandangan untuk mencari siapa yang datang menyambanginya.
Dugaan awalnya salah. Ia kira papa dan mamanya yang datang, ternyata yang datang adalah dua saudara laki-lakinya. Tentu sama senangnya sehingga gadis itu segera menghampiri.
"Mbak Acha..." Rendra—sang adik yang pertama kali menyapa namun Acha melewatinya begitu saja karena gadis itu memilih kakaknya yang bernama Atta terlebih dahulu.
"Kabar baik, Cha?" tanya Atta sambil mencium kepala sang adik.
Acha hanya mengangguk di pelukan Atta karena sesungguhnya dia ingin menangis sekarang juga. Namun sebisa mungkin ia tahan, jika langsung menangis maka sudah pasti kedua saudaranya ini akan cemas.
"Aku dicuekin!" keluh Rendra yang membuat mereka melepas pelukan.
"Siapa, ya?" tanya Acha pura-pura tidak kenal namun detik kemudian dia tertawa dan langsung gantian memeluk adiknya.
Tiga bersaudara itu akhirnya memutuskan untuk ke mobil Atta karena kondisi di aula cukup ramai karena kedatangan santri yang dijadwalkan sambangan hari ini.
"Eh, gimana mbak Sofia, Mas? Udah nggak muntah-muntah kan? Aku kemarin habis telponan, nanya kapan lahir. Karena aku pengin pulang."
"Mbak Sofia baik, lahirannya masih lama, Acha! Hamilnya baru aja mulai." jawab Atta. "Cuma sering mengomel karena nggak aku bolehin jualan di pasar lagi,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Putih Dunia Pesantren
RomansaIni tentang seorang gadis bernama Achadiya Divyan AlMalik dan dunianya di pesantren yang tidak selalu putih bersinar. Di manapun tempatnya pasti selalu akan ada dua sisi, hitam dan putih. Pun dengan dunia pesantren yang dikenal dengan surganya para...