15. Ujian Kesabaran Acha

1.9K 376 63
                                    

Kuliah jam terakhirnya sudah selesai lima belas menit yang lalu. Akan tetapi Acha masih bertahan duduk di salah satu bangku taman kampus guna menunggu ponselnya berdering atas panggilan Faisal. Kemarin pria itu sudah berjanji akan menghubunginya.

Begitu merasakan ponselnya bergetar sedikit saja, Acha buru-buru melihatnya. Akan tetapi, ketika yang tertera adalah nama mamanya, hatinya kembali mencelos.

"Assalamualaikum, Ma," sapanya.

"Waalaikumsalam. Belum pulang?"

"Belum, sebentar lagi."

"Besok minggu Mama sama papa dan mungkin mas Atta juga, jadi ke sana. Abah khalid sudah pulang kan dari rumah sakit?"

"Sudah, Ma."

"Alhamdulillah. Lalu kenapa kamu lemes gitu kedengerannya?"

"Capek, Ma."

"Ya sudah, hati-hati pulangnya. Langsung istirahat."

Acha hanya bergumam kemudian menjawab salam yang mamanya ucapkan sebelum memutus panggilan mereka.

Keluarganya memang sudah berencana datang ke sini, menjenguk abah Khalid sekaligus menentukan tanggal pernikahan. Papanya sendiri yang meminta waktu untuk mencari hari baik. Dan ketika sudah mendapatkannya, papa akan datang kesini.

Dan mamanya mengatakan bahwa dua hari minggu akan kesini. Bukankah itu artinya, hari pernikahannya dan Faisal sudah akan ditentukan?

Acha menyentuh dadanya sendiri, tiba-tiba berdebar memikirkan itu. Lalu dia kembali memeriksa ponselnya.

Masih sambil memandangi layar ponselnya, bibir Acha mengerucut. Sepertinya Faisal lupa kalau punya janji akan menelponnya. Atau kah harus dirinya yang menghubungi lebih dulu?

Inginnya begitu, tapi Acha lebih ingin menunggu pria itu yang menghubungi. Sekaligus Acha ingin melihat seberapa prioritas dirinya bagi Faisal.

Lima belas menit kembali berlalu. Namun belum ada tanda-tanda Faisal akan menghubunginya. Berulang kali Acha memeriksa bahwa pria itu sedang online. Acha sampai membuat status yang hanya menunjukkan foto sepatunya, lalu ia beri keterangan 'sedang menunggu'.

Akan tetapi, sepertinya cara itu juga tidak mempan untuk memberi Faisal kode karena Acha sudah menunggu lebih dari sepuluh menit, pria itu juga tak kunjung menghubunginya.

Akhirnya, dia menyerah. Memilih pulang karena waktu semakin sore. Dia tidak boleh pulang terlambat. Dirinya saat ini sedang menjadi pusat perhatian dan pusat obrolan di pondok karena berita lamarannya. Jika dia melakukan kesalahan sedikit saja, pasti akan mendapatkan respon keras.

Disadari atau tidak, efek seorang Faisal memang begitu besar bagi Acha. Pria itu bisa dengan mudah membuat Acha berbinar-binar dan bersemangat, meski tak ada yang dilakukan kecuali hanya senyum. Namun, pria itu juga bisa membuat Acha murung sekalipun tidak berhadapan langsung. Karena memang semua itu bersumber dari pikiran Acha sendiri.

Tentang berita lamarannya dengan Faisal, terdapat berbagai macam respon yang ia terima dari teman-temannya di pondok. Meski sebagian besar ikut bahagia dan tak segan memberinya selamat, namun ada beberapa juga yang nampak setengah hati. Ada juga yang secara terang-terangan menunjukkan rasa tidak sukanya meski hanya ditunjukkan ketika sedang berhadapan dengan Acha saja. Selebihnya jika ada banyak teman yang lain, orang itu akan berpura-pura ikut bahagia.

"Mbak Acha baru pulang?" sapa salah seorang teman kamarnya.

"Iya, Mbak."

"Mau antri mandi setelahku tidak, Mbak?"

Hitam Putih Dunia PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang