Perkuliahan Acha sudah mulai aktif dan padat kegiatan sehingga kini dia juga sudah mulai sibuk dari pagi hingga siang, terkadang sampai sore. Dan ketika sudah mulai aktif, dia lebih banyak menghabiskan siang di luar pondok mengingat dia kuliah di universitas yang bukan bagian dari yayasan pondok.Sebenarnya, secara kurikulum pondok, Acha sudah menyelesaikan semua tahapan pendidikannya. Ia sudah selesai menghafal al quran dan sudah secara resmi di wisuda beberapa bulan yang lalu. Dan karena sewaktu masuk dia memilih jalur tahfid, untuk pelajaran kitab, hanya beberapa kitab dasar yang wajib ia ikuti dan itupun sudah selesai sewaktu dirinya lulus MA. Kini hanya ada beberapa pelajaran kitab yang ia ikuti sebagai pilihan tambahannya. Jika memang dirinya menghendaki untuk boyong sekarang, maka tidak ada hal yang menghalanginya.
Akan tetapi, justru halangan itu bukan berasal dari pondok atau pengasuhnya, melainkan dari keluarga terutama orangtuanya. Baik papa maupun mamanya kompak untuk menyuruhnya mondok sampai lulus kuliah, sembari terus memperbaiki hafalan. Kalah perlu sampai waktunya menikah nanti baru keluar pondok.
Padahal sebenarnya niat Acha ketika menikah dia tidak pindah dari pondok itu. Karena apa? Jelas karena harapannya menikah dengan putra pemilik pondok, meski beda komplek dengan yang ia tempati sekarang.
Tapi, tentu saja itu hanya harapan yang tidak mungkin ia katakan pada orangtua nya. Atau mungkin belum. Nanti jika dibutuhkan sebagai senjata terakhir, pasti akan ia katakan pada orangtuanya. Atau jika perlu pada kakeknya. Sudah pasti Faisal tidak bisa menolak permintaan kakek Acha, yang mana dulu adalah guru ngaji Faisal.
"Maaf, Mbak, mungkin bisa memakan waktu sampai satu jam. Agar lebih nyaman, Mbak bisa nunggu sebelah sana!"
Acha mengangguk sembari tersenyum kemudian menuju sofa yang ditunjuk salah satu karyawan percetakan. Di sela menunggu jam kuliah berikutnya, Acha pergi ke percetakan untuk mencetak beberapa materi yang ia butuhkan.
Sembari menunggu, dia meraih majalah yang tersedia di sana. Ketika baru saja sampai halaman kedua, tidak sengaja ia melihat seseorang yang cukup dia tahu. Oh bukan hanya seorang, tapi dua orang. Dua orang beda gender dan membuatnya sedikit syok karena melihat keduanya begitu dekat. Berboncengan motor berdua melewati depan percetakan dan berhenti di tempat makan yang tak jauh dari sana.
Acha menggigit bibirnya sendiri karena saat ini ia bimbang. Harus diam saja pura-pura tidak tahu bahwa di depannya ada santri putra dan santri putri yang terindikasi sedang pacaran. Atau dia harus menegur mereka. Bukan ingin ikut campur urusan orang lain, tapi jelas-jelas itu adalah sebuah pelanggaran dan larangan. Ditambah lagi, kelakuan dua sejoli itu bisa memperburuk citra santri-santri yang berkegiatan di luar pondok seperti dirinya.
Selama ini dia tidak menutup mata, bahwa santri-santri yang memilih kuliah di luar sering dipandang sebelah mata. Tidak sedikit yang iri dan sering memberi sindiran karena mereka tidak semudah itu bisa keluar. Terutama pada Acha, statusnya sebagai cucu kyai besar dan sering mendapat pengecualian dari umi pun sudah sering mengundang rasa iri dari yang lain meski mereka tak secara terang-terangan mengungkapkannya. Apalagi ditambah dia memilih kuliah di universitas luar.
Acha akui, di luaran pondok banyak sekali godaan. Tapi tidak semua santri yang memilih kuliah di luar akan berkelakuan buruk, banyak yang tetap tawadhuk menjaga marwah santrinya. Termasuk Acha, meski belum bisa sebaik yang lain tapi dia selalu berusaha menjaga nama baik pondok nya ketika sedang di luar. Baginya, sudah diberi kepercayaan oleh gurunya untuk bisa kuliah di luar, maka harus ia jaga dengan baik.
"Mbak Acha,"
Santri putri yang Acha lihat bersama santri putra tadi cukup terkejut melihat Acha.
Ya, Acha memutuskan untuk menghampiri mereka. Meski tak kenal akrab, tapi Acha tahu kedua santri itu. Mereka juga kuliah di universitas yang sama dengannya namun berbeda prodi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Putih Dunia Pesantren
RomansaIni tentang seorang gadis bernama Achadiya Divyan AlMalik dan dunianya di pesantren yang tidak selalu putih bersinar. Di manapun tempatnya pasti selalu akan ada dua sisi, hitam dan putih. Pun dengan dunia pesantren yang dikenal dengan surganya para...