13. Hati Retak Dan Patah

2.3K 391 169
                                    

"Kok belum siap-siap sih, Cha?"

Sean berdiri sambil menatap anak keduanya dengan heran. Pasalnya sejak tadi dia sudah sibuk menyiapkan keberangkatan ke acara kelulusan Rendra. Begitu juga dengan Atta dan Sofia yang belum keluar dari kamar mereka, tapi Sean yakin mereka pun sudah bersiap-siap.

Lalu apa yang terjadi dengan Acha? Gadis itu masih menonton tv dengan baju tidurnya.

"Acha nggak jadi ikut, Ma."

"Apa maksudnya?" Sean memekik. "Kamu pulang dari pondok pamitnya dengan tujuan apa? Mama sampai telepon bu nyai lho, Cha."

Sean dan suaminya memang jarang sekali mengizinkan anak-anaknya pulang dari pondok ketika tidak sedang masa libur dan tidak ada acara yang sangat mendesak. Namun kali ini pengecualian. Selain akan menghadiri acara kelulusan sekaligus khataman di pondok Rendra, mereka berniat liburan bersama barang sebentar untuk syukuran karena kelulusan Rendra sekalian kehamilan Sofia. Itu permintaan Dito sendiri.

Yang lain juga sudah siap dan akhirnya datang satu persatu. Dito duduk di meja makan yang tak jauh darinya, meminum teh paginya. Atta dan Sofia juga sudah turun dari kamar mereka dan kini duduk di sofa bersama Acha. Dan terakhir Rendra, pemuda itu langsung mengambil tempat persis di samping Acha.

"Ada apa sih, Ma?" tanya Rendra dengan wajah tanpa dosa.

"Itu, mbak Acha katanya nggak jadi ikut."

Semua langsung menatap Acha penuh tanya. Sementara sang tersangka tetap diam saja sambil menatap tv yang menayangkan siaran ulang sebuah acara award.

"Kenapa, Mbak?" tanya Rendra, jelas ia kecewa.

Karena yang bertanya Rendra, otomatis Acha menoleh. Tapi tatapannya tajam, seakan siap menerkam Rendra. Tanpa aba-aba Acha langsung memukul lengan Rendra secara membabi buta yang menyebabkan pemuda itu menjerit berlebihan.

Semua yang melihat hanya geleng-geleng kepala tanpa berniat melerai, sudah hal biasa seperti itu. Akan tetapi, ketika melihat Acha yang lama kelamaan wajahnya memerah lalu matanya berair, Sean langsung paham bahwa Acha benar-benar sedang kesal dengan adiknya.

"Berhenti, Acha!" ujarnya pelan. "Ada apa sih kalian?"

Acha sudah menghentikan aksinya. Kini dia menutup wajah dengan kedua tangan dan menangis. Sementara Rendra mengusap-usap lengannya, dia juga bingung kenapa kakaknya itu masih kesal saja padanya. Semalam juga, dalam perjalanan pulang Acha terus mengomel tidak jelas padanya.

"Rendra tidak tahu, Ma. Semalam juga mbak Acha udah tantrum begini. Rendra terus dipukuli, untung Rendra ini orangnya kuat dan tidak mudah tumbang."

Sean berdecak mendengar anak bungsunya yang masih saja bercanda.

Sofia yang duduknya tak jauh dari Acha mengusap lutut Acha. Dari tangisnya Acha, dia tahu bahwa gadis itu benar-benar merasa kesal.

Akhirnya Dito turun tangan. Dia membawa teh nya ke ruang tengah. "Ada apa, Acha?"

Mendengar suara papanya, perlahan tangis Acha mereda. Perlahan tangannya bergerak untuk mengusap pipinya yang basah. Dia memang benar-benar kesal dengan Rendra.

Semalam sewaktu dia masih mengobrol serius dengan Faisal, dan sewaktu pria itu bertanya tentang sesuatu yang ambigu—namun Acha anggap penting, tiba-tiba Rendra datang. Lalu dengan gaya sok galak, adiknya itu main tarik saja, tidak memberi kesempatan padanya untuk mencari kejelasan pada Faisal, bahkan pamit pun tidak sempat.

Rendra tidak tahu berapa lamanya Acha membayangkan bisa bicara sedekat itu dengan Faisal. Gara-gara Rendra yang menyebalkan, mungkin kesempatan langka itu tidak akan terulang lagi.

Hitam Putih Dunia PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang