BAB 11: Bittersweet

341 33 24
                                    

Thomas tersungkur di tanah setelah Gally meninju wajahnya. "Gally!" yang lain langsung berteriak kaget, menarik Gally mundur menjauhi Thomas. Cowok itu seperti kesetanan, mengamuk di cengkraman yang lain, berusaha menghajar Thomas terus-menerus. Jane menutup mulutnya dan membeku, syok akibat perbuatan Gally yang menurutnya kali ini sangat kelewat batas. Apalagi, di situasi yang sama sekali tidak tepat. Mereka seharusnya saling menguatkan, bukan menghadiahkan pukulan di wajah seseorang.

"Ini semua salahmu, Thomas! Lihat sekelilingmu!" Gally berteriak keras sekali hingga urat-urat lehernya terlihat jelas.

"Back off, Gally! Ini bukan salah Thomas!" Jeff yang ikut menahan Gally membela Thomas.

"Salahnya! Kalian dengar apa kata Alby? He is one of them!" Gally memberontak, berusaha merangsek maju untuk menghajar Thomas lagi yang kini sudah berdiri sambil menatap Gally kosong. Jane menatap Gally nanar. Gadis ity tidak sanggup lagi menahan Gally. Dia hanya duduk di rerumputan di samping Asteria yang masih terbaring pingsan. Gally masih menyumpah-nyumpah, enggan berhenti. Thomas melirik tabung suntikkan berukuran besar milik Griever yang terlepas di tangan Chuck. Diambilnya tabung itu, lalu dia perhatikan jarumnya yang besar mengerikan. Chuck menatapnya bingung.

Teresa dibelakangnya menatap Thomas tajam. "Thomas?"

"Maybe he's right. I need to remember, Teresa." Thomas menatap Gally yang masih mengamuk. Dia mengangkat tangannya, membuat gerakan yang mencuri perhatian Teresa dan Chuck sepenuhnya.

"Thomas!" Teresa berseru panik, mencoba mencegah niat buruk cowok itu. Namun naas, keberuntungan belum berpihak padanya. Tanpa mendengarkan seruan Teresa, Thomas langsung menusukkan tabung tadi persis ke pahanya.

"Thomas! Tidak!" Kali ini, Chuck yang berteriak panik. Semua orang menoleh dan terkejut melihat Thomas yang tiba-tiba tumbang. Mereka melepaskan Gally, yang juga mematung, syok melihat aksi nekat pria itu. Mereka menatap ngeri saat Thomas kejang dan di pahanya tertancap benda mengerikan. Thomas terjatuh, tak lagi kuat berdiri. Di sekelilingnya dipenuhi teman-temannya. Samar-samar, didengarnya suara Teresa.

"Chuck, ambilkan suntikkan! Ambil juga untuk Ash!" Dan seketika semuanya gelap.

***

Seorang Ibu tengah bermain dengan anak perempuannya. Anak perempuan itu tersenyum dengan riang saat Ibunya mendorong ayunan yang sedang ia naiki tinggi-tinggi. Posisi ayunannya berada di halaman rumah mereka yang luas dan rapi. Terdapat deretan bunga yang terawat dengan baik hingga bunganya bermekaran cantik, menarik perhatian. "Lebih cepat, Mama!" teriaknya girang. Ibunya tertawa, dan menuruti permintaan putrinya meski tetap berhati-hati.

Sementara itu, sang Ayah yang sedang membaca koran sambil menikmati teh hangat buatan istrinya tertawa melihat antusiasme tinggi dari putrinya. Segera ia taruh korannya dan ikut bergabung bersama dua belahan jiwanya."Papa! Ayo ikut!" si anak mengajak Ayahnya bermain, yang segera dituruti. Mereka akhirnya menghabiskan sore hari yang indah itu bersama-sama. Bahkan menikmati indahnya sunset dan mengambil beberapa foto untuk diabadikan. Foto itu berupa foto selfie yang memperlihatkan cengiran ketiganya dengan latar belakang sunset yang spektakuler.

Anak manis itu tersenyum bahagia ketika Ibu dan Ayahnya mengecup pipinya. "Asteria, Sayang ... Mama dan Papa sangat menyayangimu," kata Ibunya manis, menatap buah hatinya dengan pandangan diliputi kasih sayang teramat besar. Tidak bisa dijabarkan seberapa besar rasa cintanya untuk Asteria, putri semata wayangnya.

Ayahnya mengangguk, turut mengelus pucuk kepala anak satu-satunya. Tatapannya dipenuhi kasih dan kekaguman yang tiada habis untuk si Kecil. Asteria adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan seumur hidupnya. Tidak ada yang menandingi besar kasih dan sayangnya pada Asteria. Momen ini adalah momen yang sangat manis bagi setiap orang yang melihatnya.

TMR: HOLD ME TIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang