BAB 22: Right Arm

199 23 33
                                    

Sebuah mobil membelah jalanan dengan kecepatan tinggi. Tak ada siapapun. Tak ada rambu lalu lintas. Hal itu membuat si pengemudi semakin menginjak pedal gas. Semua yang berada di dalamnya bersorak ramai, membuka jendela lebar-lebar untuk merasakan kencangnya angin di luar sana. Jorge menoleh sekilas, tersenyum lebar. Newt dan Asteria saling pandang dengan mata berbinar. Meskipun jumlah mereka membuat kursi penumpang sesak, itu tidak menjadi masalah. Menurut mereka, ini adalah perjalanan paling keren!

Mobil tersebut dengan cepat sampai di pegunungan. Lagi-lagi, tak ada siapa pun. Jorge memberhentikan mobilnya sembarang ketika banyak mobil terbengkalai menghalangi di depan jalan kecil tersebut, lalu mereka semua keluar. Wajah-wajah tersebut serius. "Nah, kurasa kita harus jalan kaki." Jorge bergumam. Pandora berdecak. Sudah? Sebentar saja menaiki mobil kerennya? Mau tak mau, mereka mengikuti Jorge yang sudah melangkah duluan. Mereka berjalan di antara mobil-mobil tersebut, sesekali berhenti dan melongok ke dalamnya. Lambat laun, Newt menyadari ada yang tidak beres. Terdapat banyak bekas peluru yang menembus kaca mobil-mobil di sana. Sebelum sempat bereaksi, mereka sudah ditembaki.

Newt menyambar Asteria yang menjerit kaget dan mereka berdua berlindung di balik mobil bersama Frypan. Semua yang lain juga syok. Thomas meraung menyuruh mereka merunduk. "Apakah semuanya baik?" Thomas berteriak, dan sesaat kemudian terdengar suara Teresa yang menyahut bahwa mereka yang bersamanya baik-baik saja.

"Apa ada yang tau dari mana peluru itu berasal?" Newt ikut berteriak, jengkel. Lenyap sudah euforia petualangan yang menyenangkan saat mereka menaiki mobil tadi.

Jorge berkutat sejenak mengambil sesuatu di sakunya sambil berkata penuh kebencian, "Ini Marcus. Dia menuntun kita ke jebakan." Dia mengeluarkan apa yang tampak seperti bom kecil, lalu menyerahkan pada Thomas yang kelewat ngeri. Dia menyalakan pemantiknya, dan memberi komando.

"Semuanya, bersiap lari ke truk! Dan tutup telinga kalian!" Teriak Jorge. Lalu, dia menatap Thomas yang terengah-engah.

"Siap? Satu, dua—" Terdengar bunyi besi beradu, dan suara wanita terdengar di belakang mereka. Baik Thomas maupun Jorge sama-sama membeku di tempatnya masing-masing.

"Drop it. Now!" Thomas dan Jorge mematung. "I said drop it!" Dia menggertak ketika Thomas dan Jorge tidak bereaksi. Mereka menjatuhkan apa yang mereka pegang, lalu berbalik badan. Terlihat dua perempuan menggunakan kain yang menutupi sebagian wajah mereka. Yang satu berambut cokelat gelap keriting, satunya lagi blonde dan dikepang. Newt menggenggam tangan Asteria ketika mereka disuruh maju berjalan. Namun, belum sempat mereka menyuruh lagi, si rambut keriting menyadari sesuatu.

Dia menurunkan senjatanya, dan berkata jelas, "Aris?"

Ucapannya membuat mereka semua seketika menoleh ke arah Aris yang tampaknya juga bingung sekaligus ketakutan. Karena pemuda itu diam, si cewek melepaskan maskernya. Aris terperangah, akhirnya mengenali cewek itu. "Harriet?" Dia maju, dan langsung dipeluk.

"Aris? Apa yang kau lakukan di sini?" Harriet melepas pelukannya. Aris belum menjawab, dia beralih pada perempuan di sebelah Harriet yang juga dikenalinya setelah wajahnya terekspos jelas.

"Sonya." Aris lalu juga memeluk erat Sonya.

"You're lucky we don't shoot you dumbass," Sonya berkata sambil memeluk Aris erat-erat. Tampaknya semua orang kecuali mereka bertiga terheran-heran melihat pemandangan ganjil ini. Jane dan Pandora saling pandang dengan mulut menganga, sementara Andrienne membuat ekspresi yang mengartikan dunia-sudah-gila. Minho merusak suasana hangat di antara mereka dengan pertanyaan dan nada bingung sekali.

"Uh, what's happening?"

Mereka bertiga menoleh, tersenyum. "We were in the maze together." Aris yang menjawab, wajahnya cerah.

Dan sementara itu, Harriet bersiul keras dan siulannya menggema di lereng gunung tersebut. Dia berteriak, "We're clear, guys! Come on out!" Selang beberapa lama, terdengar siulan dan teriakan balasan lainnya. Dan mereka kini bisa melihat dengan jelas orang-orang yang semula bersembunyi dan menembaki mereka. Sonya dan Harriet menuntun mereka berjalan beberapa meter. Sonya bahkan menyuruh mundur pasukan. Aris bertanya sambil memandang takjub sekelilingnya.

"Bagaimana kalian bisa sampai di sini?" tanya Aris.

Harriet menjawab sambil terus berjalan, "Right Arm membawa kami keluar."

Mendengar nama Right Arm disebut, Thomas langsung bereaksi, menyejajarkan langkahnya di belakang Aris. "Tunggu. Tunggu. Right Arm, kau tau di mana mereka?" Thomas bertanya kepada cewek itu yang menatapnya sambil memegang pintu mobil.

Harriet tersenyum, membuka pintu mobilnya, dan berkata, "Masuklah." Mobil itu membawa mereka menuju ke gunung dengan jalanan menanjak, menunjukkan kepada mereka semua hamparan yang luas. Orang-orang sibuk berkegiatan masing-masing, tak ada yang menganggur. Mereka berjalan mengikuti Harriet dan Sonya yang senantiasa memandu mereka.

"Di mana Vince?" Sonya bertanya kepada salah satu anggota yang kebetulan lewat. Dirinya menggeleng, berkata mungkin Vince ada di dalam tenda.

Newt yang sedari tadi berjalan di sebelah Asteria buka suara. "Siapa Vince?"

Sonya menoleh sekilas, menatap Newt. "Semacam pemimpin di sini. Begitulah," katanya sekilas.

"Kupikir Right Arm adalah pasukan tentara," Andrienne menyeletuk sambil melihat sekeliling. Baru saja Harriet buka mulut mau menjawab, sebuah suara lebih dulu melakukannya.

"Yes we are. Inilah yang tersisa dari kami." Seorang pria dengan rambut sebahu muncul dari dalam tenda. Perawakannya tinggi. Badannya tegap dan berotot khas tentara. Kehadirannya mencuri perhatian mereka semua.

"Siapa mereka?" Vince bertanya pada Sonya dan Harriet, menilik mereka satu-persatu sambil berjalan pelan.

Harriet menjawab lugas, "Yang kebal."

Vince berhenti berjalan, kini menatap perempuan berambut keriting itu. "Sudah kau periksa?"

"Belum." Harriet menggeleng. Mereka memang belum sempat mengambil tindakan pencegahan apapun, mengingat pertemuan mereka yang cukup dadakan dan menegangkan. Harriet menambahkan, "Tapi aku kenal yang satu ini. Aku mempercayainya." Dia menunjuk Aris. Sonya mengangguk, menyetujui ucapan Harriet. Bahkan usai Harriet berkata begitu, mata tajam Vince menangkap sosok Brenda yang berkeringat banyak dan bernapas lebih cepat. Bibirnya perlahan membiru. Dalam sekejap, Brenda tumbang, membuat seluruhnya tergemap.

Jorge maju, tampak khawatir setengah mati. "Brenda!"

"Kenapa dia?" Vince berucap tajam sambil memperhatikan Jorge yang membawa kepala Brenda ke pangkuannya. Tak ada jawaban, semuanya ikut kaget melihat kondisi Brenda yang memburuk drastis. Netra Vince menangkap sesuatu yang aneh di pergelangan kaki Brenda. Semacam perban yang meliliti kakinya. Usut punya usut, Vince melepas perban tersebut dan berteriak kencang sambil melompat mundur ketika melihat bekas gigitan Crank di sana. Seketika dia mengeluarkan pistol dari sakunya dan membidik Brenda.

"Crank! Kalian membawa Crank!" teriak Vince, mengundang perhatian semua orang. Karena ucapan Vince, Jorge ditarik menjauhi Brenda oleh dua anak buah Vince. Jorge memberontak sekuat tenaga, sementara semuanya berseru panik saat kira-kira setengah lusin pistol terarah tepat kepada Brenda.

Asteria berteriak cemas. "Hold on, don't shoot her!" Thomas juga tak tinggal diam. Dia berusaha meyakinkan Vince mengenai kondisi Brenda yang hanya butuh bantuan sedikit. Bahkan Pandora yang biasanya cuek bebek, kini memberi perhatian penuh. Tak bisa dipungkiri gadis itu juga merasa cemas. Vince mengelak, bersikeras akan tetap membunuh Brenda. Namun, sebelum dia sempat bersuara, terdengar suara perempuan yang berseru lantang.

"Vince! Hentikan!" Semuanya menoleh, termasuk Vince. Sebuah perempuan paruh baya terlihat tergesa mendatangi mereka semua. Pandangannya jatuh pada Thomas. Seketika senyumnya merekah. "Thomas," sebutnya.

Entah sudah berapa kali kejadian seperti ini terjadi di antara mereka. Semuanya kompak memandang Thomas dan wanita itu bergantian. Lelaki itu mengernyit. "Kau mengenalku?" Vince bahkan terheran, membuat pistol yang semula terangkat tinggi kini diturunkan sejajar dengan kakinya. Perempuan itu tersenyum, mengajak Thomas yang masih kebingungan untuk ikut dengannya.






















































TMR: HOLD ME TIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang