BONUS CHAPTER

234 24 84
                                    

Playlist for this scene: Sunsetz - C.A.S.
(bacanya pelan-pelan ya, diresapi aja)

Sempurna. Mungkin itu adalah satu-satunya kata yang bisa menjabarkan keadaan saat ini. Ah, tentu saja. Kesempurnaan yang dibayar sangat mahal, dengan segelintir nyawa yang harus dijual. Safe Heaven. Sebuah tempat di mana kehidupan mereka bagai dimulai kembali. Kehilangan adalah yang tersisa dari semua penderitaan yang mereka tanggung. Keluarga. Sahabat. Pasangan. Kerabat. Tidak pandang status, semuanya habis dibabat oleh peristiwa-peristiwa mengerikan yang terjadi di permukaan bumi.

Anak kehilangan orang tuanya, sepasang kekasih terpaksa berpisah, menyaksikan sahabat sendiri menderita di bawah pengaruh virus Flare. Biarlah itu menjadi masa lalu kelam yang tersimpan. Generasi yang akan mendatang akan menjalani hidup yang jauh lebih baik dari kehidupan mereka sekarang. Dunia telah diukir kembali. Era baru telah dimulai. Mereka yang beruntung, berkumpul kembali dengan orang-orang terkasih. Keberuntungan yang memihak orang-orang tertentu. Yang diberi anugerah terbesar.

Andrienne adalah salah satu orang yang beruntung malam itu. Selain gadis itu berhasil melewati seluruh kengerian yang terjadi, Thomas turut selamat. Mereka menemukannya di sebuah rooftop gedung WICKED yang sudah setengah dilahap api bersama Teresa. Sejujurnya, Andrienne telah mengikhlaskan segala takdir yang dia dapat. Mau tidak mau, suka tidak suka, dia harus tetap menjalani hidup. Tangannya telah terulur untuk menggapai Teresa, bersedia menggenggam tangan perempuan itu dan membawanya pergi sejauh mungkin dari seluruh kekacauan ini. Sayang seribu sayang, Teresa harus gugur dalam pertempuran malam itu.

Andrienne tidak akan melupakan senyum tulus terakhir Teresa sebelum gadis itu jatuh bersamaan gedung-gedung yang runtuh. Andrienne begitu terpukul. Rasa bersalah singgah di hatinya. Terbesit dalam pikirnya bahwa sampai kapan pun, Andrienne tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Teresa di hati Thomas. Andrienne telah mengubur jauh-jauh semua harapan itu. Berhenti berharap pada semua bunga dandelion yang dia temui, bahwa suatu saat Thomas akan bersatu dengannya.

Andrienne menjalani hari-harinya yang damai di Safe Heaven. Tertawa bersama teman-temannya, tersenyum tipis melihat kemesraan yang ditebar oleh mereka dan pasangannya. Bibirnya selalu mengukir senyum cantik, mencoba mengusir segala rasa sedih yang menggelitik. Matanya memancarkan sorot sendu yang tidak disadari siapa pun. Andrienne memilih menyimpan kesedihannya sendirian, meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Hari itu, Andrienne tengah duduk di sebuah batu karang di pinggir pantai. Itu sore yang indah. Langit bersih tanpa awan, siap mempertunjukkan sunset kesekian. Andrienne menyendiri sambil termenung menatap langit. Angin sesekali berembus, menggoyangkan surai pirang indahnya yang dia ikat. Matanya terpejam menikmati suasana tenang miliknya seorang. Berhari-hari, Andrienne akhirnya siap membuang semua perasaannya. Hatinya telah dilapangkan. Gadis itu bersiap meleburkan semua harapannya pada buih di lautan.

"Laut, aku datang lagi. Kali ini, aku sudah bisa menerima semuanya. Aku yakin, setelah ini, semuanya akan baik-baik saja." Andrienne bermonolog sambil tersenyum menatap lautan.

"Menerima apa?"

Andrienne menoleh cepat, jantungnya seakan mencelat karena kaget. Sebuah suara tiba-tiba saja menginterupsi, berada tepat di belakangnya. "Thomas!" Andrienne terengah, mengelus dada dan spontan menghela napas berat.

Thomas hanya tersenyum, duduk di sebelah Andrienne. Pemuda itu diam saja menatap matahari yang sebentar lagi tenggelam. Andrienne jadi keki. Mau pergi pun rasanya bimbang. Sebelum gadis itu benar-benar kabur karena mati kutu, untungnya Thomas membuka pembicaraan di antara mereka. "Kau sering ke sini? Di sini indah," kata Thomas sambil tersenyum tipis.

Andrienne spontan menoleh, menjawab pertanyaan Thomas. "Ya, aku sering ke sini. Benar, di sini indah."

Thomas menatap Andrienne. "Jadi ini adalah tempat favoritmu ketika ada hari-hari di mana aku tidak bisa menemukanmu di mana pun menjelang matahari terbenam?" tanya Thomas dengan nada sedikit jenaka. Andrienne tertawa, mengangguk. Lalu, tawanya mendadak sirna ketika dia betul-betul memahami kalimat yang Thomas ucapkan

TMR: HOLD ME TIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang