BAB 23: We are in Trouble

213 24 73
                                    

Thomas mengikuti wanita paruh baya tadi yang bernama Mary. Dia membawanya ke sebuah tenda tempat Brenda terbaring tidak sadarkan diri. Thomas meliriknya sekilas. Perjalanan mereka yang sempat terpisah dari rombongan Jorge membuat Brenda harus mengalami gigitan menyakitkan Crank. Mary kembali membawa sebuah suntikan. Dengan lembut, Mary berkata, "Thomas, tolong naikkan lengan bajumu." Pemuda berambut hitam itu melakukan seperti yang disuruh tanpa banyak bertanya. Ia menatap suntikan tersebut yang mengambil sedikit darahnya. Masih dengan diam, dia memperhatikan Mary dari belakang yang sibuk berkutat dengan darah yang barusan dia ambil.

Thomas menghela napas berat, memandangi Brenda lagi. Pandora dan Andrienne tiba-tiba masuk, membuat Thomas terkejut. "Hei," sapa Andrienne.

Thomas tersenyum. "Hai," balasnya.

Pandora memandangi Brenda dengan tatapan aneh. "Apakah dia akan sembuh?" katanya sambil menunjuk Brenda menggunakan dagu.

"Oh, ya. Dia akan sembuh." Mary berbalik, tersenyum menatap mereka semua. Di tangannya terdapat suntikan lain yang berisi cairan yang tidak mereka kenali. Mary bergerak mendekati Brenda. Melihat itu, Thomas, Pandora, serta Andrienne beringsut mendekat. Mereka mengamati dalam diam ketika Mary menyuntikkan cairan tersebut ke dalam tubuh Brenda. Mary tersenyum. "Nah, sudah. Kita tinggal menunggunya bangun saja. Kalau kalian ingin tinggal di sini, tolong jangan berisik. Aku pergi dulu, ada yang harus aku kerjakan."

Thomas mengangguk kecil. "Terima kasih."

Sepeninggal Mary, Pandora berdiri di sebelah kasur Brenda. Dia menyeletuk, "Kuharap dia segera bangun. Aku mau meminta maaf. Panggil aku kalau dia bangun, oke?" ucapnya pada Thomas, lalu perempuan itu pergi keluar tenda. Andrienne menggeleng kecil. Ditepuknya bahu Thomas sekilas sebelum dia ikut menyusul sahabatnya. Thomas diam sejenak menatap figur Andrienne yang menarik dari belakang. Ketika Andrienne tidak terlihat lagi, Thomas kembali memusatkan perhatiannya kepada Brenda.

***

Sementara Thomas dipanggil oleh Mary, yang lainnya memutuskan untuk mencari tempat memadai untuk beristirahat. Mereka naik ke bukit sedikit, lantas duduk di lapisan tanah di atas yang membut mereka leluasa melihat seluruh tempat. Jane membuang napas berat lantas langsung duduk dan meluruskan kakinya. Pandora dan Minho duduk bersebelahan. Tampaknya terlalu lelah untuk sekedar memulai cekcok. Bahkan, Pandora menyandarkan kepalanya di bahu Minho. Andrienne yang melihat itu tersenyum tipis. Gadis itu duduk bersebelahan dengan Frypan. Newt dan Asteria berada dekat dengan semak belukar. Terlalu letih yang dirasa, hingga tak ada percakapan yang dibuka.

Mereka berdiam diri bermenit-menit lamanya, hingga tiba-tiba Teresa bangkit, membuat semuanya menatap gadis itu. Dia tersenyum tipis. "Aku mau ke tebing." Yang lain mengangguk. Setelah mengucapkan sekilas pada Teresa untuk berhati-hati, mereka membiarkan figurnya semakin menjauh. Andrienne membuang napas lelah.

"Apakah sudah berakhir?" Jane bertanya parau. Gadis itu duduk sambil memeluk lututnya. Pandangannya jatuh ke bawah.

Newt menggeleng. "We don't even know, Jane. Tapi, mari berharap ini ujung dari penantian kita," ucapannya membuat air mata Jane seketika luruh. Melihat Jane menangis, membuat ketiga sahabatnya serempak mendekat dengan khawatir. Pandora duduk diam di sebelah Jane. Tangannya bergerak membelai lengan gadis itu. Begitupun yang dilakukan Asteria dan Andrienne. Di antara mereka bertiga tidak ada satupun yang melontarkan pertanyaan, membiarkan Jane menangis sampai gadis itu lega dengan sendirinya. Bahu gadis itu bergetar dalam sedu-sedan.

Jane mengusap kasar air matanya, merasa malu sudah menangis di hadapan semua orang. Dia berucap serak, "Maaf. Aku tak seharusnya menangis di sini."

Asteria langsung menggeleng kuat-kuat. "You don't have to apologize, Jen.. Menangis bukanlah tindakan yang harus menerima hukum. Itu manusiawi, Jen. Kamu tidak perlu meminta maaf kepada siapa pun," ucap Asteria lembut sambil sesekali mengelus rambut Jane. Diperlakukan seperti itu oleh Asteria membuatnya makin terenyuh. Jane teringat seseorang yang dulu selalu memperlakukannya selembut ini. Ingin sekali Jane merasakan itu semua kembali. Namun, Jane harus mengubur dalam-dalam keinginan tersebut. Gally sudah tiada lagi. Memikirkan hal itu membuat tangis Jane kembali merebak lebih kuat. Fisiknya lelah. Dia butuh Gally. Sayang, sosoknya tak hadir.

TMR: HOLD ME TIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang