Bagian 11

32 8 0
                                    

"Buku lo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Buku lo." Jidan menyodorkan sebuah sketchbook biru yang sampulnya tampak kotor. Pemuda tinggi itu seperti biasa bermuka tembok.

"Loh nemu di mana Jidan?" Naya menatap sketchbook birunya dengan sedih, tapi tidak masalah karena yang terpenting sekarang ada di tangannya.

"Tong sampah, semalem."

Jawaban Jidan membuat Naya menatap pemuda itu, tapi kembali menunduk. Naya jadi takut karena Jidan selalu menatap tepat di matanya.

"Kok bisa ada di situ, ya?" ucap Naya sambil sketchbook birunya yang tampak aneh.

"Dibuang Bellva," ucap Jidan. Kemarin setelah pulang sekolah, Jidan mendapati Bellva yang membuang sketchbook itu ke tong sampah. Jidan tahu betul sketchbook siapa yang ada di tong sampah itu.

"Hah? Bellva?" ucap Naya dengan ekspresi tidak percaya. Untuk apa Bellva mengambil sketchbook birunya dan membuangnya? Untuk menjahilinya lagi?

Sketchbook biru itu Naya buka dengan buru-buru. Sketsa-sketsa yang Naya buat dengan sepenuh hati sudah tidak ada di dalam sketchbook itu. Hilang begitu saja hanya tertinggal bekas robekan yang tampak jelas. Banyak sketsa Haidan yang Naya gambar pun tidak ada. Sketchbook biru itu benar-benar hanya tinggal sampul dan beberapa lembaran yang masih putih.

"Hilang. Nggak ada," ucap Naya dengan suara bergetar menahan tangis. Matanya sudah berkaca-kaca.

Jidan yang melihat itu terdiam dengan mata yang semakin fokus menatap Naya. Gadis yang hanya tinggi badannya sedada Jidan itu membuat raut wajah pemuda itu melemah.

"Gimana ini Jidan? Hilang semua. Jidan nggak liat gambar-gambarnya di tong sampah?" tanya Naya dengan panik. Gadis itu menatap Jidan berharap bahwa pemuda itu juga menemukan sketsa-sketsanya yang hilang.

"Nggak."

Naya melengkungkan bibirnya menahan tangis. Gadis di depan Jidan ini membuat pemuda itu mengerjapkan matanya dengan raut wajah yang tampak rumit. Air di ujung mata dan hidung merah Naya membuat Jidan ingin menyentuh wajah gadis itu.

Gemes, batin Jidan. Pemuda itu langsung memalingkan wajah ke arah lain. Apa yang dipikirkannya itu benar-benar gila. Sungguh di luar dugaan.

Naya masih berusaha mati-matian untuk tidak menangis, tapi nyatanya hatinya sakit. Melihat bahwa fakta sketsa yang dibuatnya sudah tidak ada, membuat Naya seperti kehilangan barang berharga.

"Ja-jangan nangis," ucap Jidan yang terdengar ketus di telinga Naya. "Gue beliin nanti."

Naya menggeleng cepat, berusaha menetralkan wajah sedihnya. "Nggak. Makasih Jidan udah nemuin."

"Nanti gue beliin." Jidan masih kekeuh dengan ucapannya.

"Nggak! Nggak usah nggak apa-apa," tolak Naya dengan cengiran.

Sepertinya Jidan semakin gila. Melihat Naya yang tersenyum dengan hidung yang masih memerah, membuat gadis itu semakin lucu di matanya.

***

Untuk HaidanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang