Jidan dan Haidan baru saja sampai ke rumah bersama ayahnya. Jarang sekali Haidan pulang sekolah bersama ayahnya itu. Namun, kali ini bukannya merasa senang, Haidan merasa gelisah dengan reaksi ayahnya tentang nilainya.
Sesampainya di rumah Ganendra hanya diam, tapi kakinya melangkah menuju kamar Haidan. Haidan sendiri bingung melihat ayahnya. Jidan yang ada di belakang yang penasaran akhirnya ikut mengekor di belakang Haidan.
"Mana gitar kamu?" tanya Ganendra ketika sudah ada di dalam kamar Haidan.
"Iya?" sahut Haidan dengan wajah bingung.
"Saya nggak mau ngomong ulang." Wajah datar Ganendra dan ucapan dinginnya membuat Haidan cemas.
"Gitar apa, Yah?" Haidan bingung. Tidak mungkin gitar yang ayahnya maksud adalah gitar yang dari kecil ada bersamanya. Gitar itu hanya Jevin dan Jidan yang tahu. Ganendra tidak tahu karena Haidan paham, ayahnya itu tidak akan pernah memberi izin untuknya bermain musik.
Jidan di belakang juga ikut bingung.
"Ayah?" Haidan mulai panik ketika ayahnya membuka satu persatu lemarinya. Gitar itu ada di sana.
"Apa ini?" tanya Ganendra sambil memegang gitar yang selama ini disembunyikan Haidan.
Haidan tergagap dengan perasaan takut. "Itu... Ayah, Haidan janji ulangan selanjutnya bakal lebih tinggi."
"Siapa yang bolehin kamu main gitar lagi?!" Ganendra bertanya dengan marah. Rahangnya mengeras dengan mata yang melotot garang.
Haidan melangkah mendekat. "Ayah, tolong bawa sini gitar Haidan. Haidan janji bakal lebih tinggi lagi untuk ulangan berikutnya," ucapnya panik, mengatakan hal yang mungkin meyakinkan, berharap ayahnya mau mengembalikan gitar kesayangannya.
"Kamu itu kebanyakan janji," tukas Ganendra sambil melangkah ke meja belajar Haidan. Di sana Ganendra mengambil gunting kecil yang ada di tempat pensil.
Melihat itu Haidan dan Jidan panik.
"Ini yang buat kamu bodoh!" Ganendra dengan marah memotong senar gitar Haidan satu persatu.
Mata Haidan membelalakkan. "Ayah, jangan!" pintanya sambil mencoba meraih gunting yang dipegang ayahnya. Tanpa sadar, jari Haidan yang terluka karena memegang gunting dengan paksa.
Ganendra menepis tangan Haidan. "Diam kamu! Saya sudah pernah bilang kamu nggak akan bisa jadi musisi! Ini yang buat kamu gagal terus! Kamu kira saya nggak tau selama ini kamu diam-diam belajar main alat musik?!"
Haidan terdiam dengan mata yang berkaca-kaca menatap gitar kesayangannya. Tangannya mengepal kuat dengan hati sakit melihat gitarnya yang senarnya sudah putus semua. Apa salahnya menyukai musik? Haidan tidak suka belajar. Dia suka musik seperti halnya menyukai ketenangan. Musik bisa membuatnya senang. Lalu kenapa Haidan hanya boleh belajar?
"Ayah tolong jangan!" Jidan menghampiri Ganendra dengan takut memegang tangan ayahnya itu.
Ganendra melepas pegangan Jidan. "Jidan, jangan ikut campur!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Haidan
Fiksi RemajaBagi Naya, Haidan seperti bunga mawar di hidupnya. Indah ketika dipandang, tapi menyakitkan ketika digenggam. Namun, bagi Haidan, Naya hanya menjadi pengusik di hatinya. Yang selalu ingin Haidan dihindari, tapi rupanya tidak bisa. Karena ternyata us...