Bagian 20

38 7 0
                                    

Naya berlari kencang memasuki gang perumahannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naya berlari kencang memasuki gang perumahannya. Air mata yang susah payah ditahannya saat di sekolah sekarang sudah keluar begitu saja. Pikirannya membuncah bersama dengan tangan yang memegang piala dan piagam bergetar hebat.

Mama. Berulang kali Naya menyebut ibunya dalam hati, berharap yang dikatakan bu Rina hanya bohong semata.

Dari kejauhan terlihat rumah kecil yang ditempati Naya bersama ibunya sudah ramai didatangi orang. Terlihat di depan rumah ada sebuah bendera kuning yang dipasang.

Tuhan tolong bilang ini hanya mimpi, batin Naya dengan air mata yang kian deras mengalir. Langkah kakinya melemah, tidak kuat lagi untuk berlari.

Tubuh Naya lemas ketika sampai di depan pintu melihat ibunya yang terbaring tak bernyawa di kelilingi banyak orang.

"Mama!"

"Naya…" Nenek Ira, tetangga yang sering membantu menghampiri Naya dengan wajah sedih. Beliau memeluk tubuh Naya.

"Nek, Mama…" ucap Naya lirih dengan bibir bergetar.

"Naya, yang tabah ya, Nak." Nenek Ira dengan sayang mengelus punggung Naya.

Naya menggeleng dengan isakan tangis yang mulai terdengar. "Ini boongan kan, Nek? Yang ibu guru bilang nggak bener kan, Nek?"

Nenek Ira menangkup wajah sedih Naya. "Naya, dengerin Nenek. Kamu jangan gini, nanti Mama sedih liatnya."

Naya melepaskan diri dari dekapan Nenek Ira. Ia berjalan lemah mendekat ke tubuh ibunya. "Mama nggak mungkin ninggalin Naya, kan?"

Orang-orang yang ada di sana tak bisa untuk tidak merasa sedih. Malang sekali gadis ini, pikir semua orang. Satu-satunya keluarga yang ia punya sudah pergi untuk selamanya.

Naya bersimpuh tepat di samping ibunya. Wajah ibunya tenang, matanya tertutup rapat. Dengan tangan bergetar Naya sentuh wajah ibunya. Hatinya benar-benar hancur.

"Mama. Mama. Buka matanya, Ma. Naya di sini." Naya memeluk ibunya sambil memejamkan mata, berharap semua ini hanya mimpi.

Nenek Ira menutup mulutnya menahan isakan melihat bagaimana Naya memeluk ibunya.

"Lihat Naya udah pulang. Naya bawa piala sama piagam. Naya mau banggain Mama lagi. Mama…" Naya menangis sampai terisak kencang. Ini terlalu sakit untuknya. "Mama! Kalo Mama pergi Naya sama siapa?"

***

Di kelas X IPA 1 orangtua murid sudah banyak yang datang. Di meja guru sudah ada setumpuk rapor anak murid. Bu Rina yang berdiri sedang membuka pembicaraan sebelum akan mengumumkan berita yang baru didapatkannya.

“Sebelum Bapak dan Ibu sekalian mengambil rapor, ada hal yang mau saya sampaikan. Baru saja saya mendapat kabar bahwa ada salah satu orangtua murid dari kelas kita yang meninggal, ibu dari Nayara Gantari. Jadi kita semua hendaknya mendoakan beliau di sana.”

Untuk HaidanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang