Seminggu menjelang ujian semester dua, semua murid SMA Widya Bakti sibuk belajar dan mengumpulkan tugas bagi yang belum menyelesaikan tugas untuk menambah nilai harian. Begitu juga dengan Naya yang masih giat belajar meski didera pikiran yang terus mengganggunya.
Untuk kesekian kalinya Naya datang ke perpustakaan dengan niat untuk belajar. Pasalnya entah sudah keberapa kalinya guru tidak ada masuk ke dalam kelas untuk mengajar. Naya memanfaatkan jam kosong itu ke perpustakaan yang sepi sekaligus untuk menghindari gangguan yang diterimanya di kelas.
Langkah Naya terhenti ketika melihat Haidan duduk membelakanginya di kursi perpustakaan. Haidan terlihat fokus dengan bukunya yang ada di atas meja. Senyum Naya mengembang melihat itu. Sudah lama sekali rasanya Naya tidak melihat Haidan secara langsung. Naya melangkah perlahan dan memilih duduk di belakang Haidan dengan hati-hati takut mengganggu pemuda itu.
Haidan aja rajin belajar. Aku seharusnya juga, batin Naya sambil tersenyum penuh semangat.
Dengan semangat yang membara, Naya mulai membuka buku dan mengerjakan soal. Naya juga mengingat-ingat setiap kata penting yang dibacanya. Menurutnya itu pasti berguna saat ujian nanti.
Haidan menunduk sambil memegang kepalanya. Pusing di kepalanya tak kunjung menghilang. Soal-soal di depannya tidak ada habisnya hingga membuat Haidan muak. Kapan? Kapan dia bisa bebas.
Sesuatu terasa mengalir dari hidung Haidan dan itu mengganggunya. Dengan cepat Haidan usap tanpa tahu apa cairan apa yang ada di tangannya. Ketika melihat itu, Haidan memejamkan matanya kuat-kuat menghalau rasa sakit.
Naya mengernyit melihat Haidan yang semakin menunduk. Pemuda itu terlihat kesakitan. Naya berdiri untuk memeriksa sedikit. Namun, betapa terkejutnya Naya melihat darah di tangan Haidan. Gadis itu langsung melangkah cepat ke arah Haidan sambil memegang sapu tangan biru muda yang diambilnya dari tas.
“Haidan, astaghfirullah!” seru Naya panik. Dengan cepat dia mengusap darah yang masih mengalir di hidung Haidan.
Haidan diam saja ketika Naya mengangkat wajahnya dan membersihkan darah yang ada di tangannya juga dengan sapu tangan gadis itu. Dia terlalu lemah untuk menepis Naya untuk menjauh. Melihat wajah Naya yang begitu panik membuat Haidan mengernyit kesal. Kenapa gadis itu yang jadi panik, sementara dirinya yang mimisan? Tatapan Haidan terpaku pada sapu tangan Naya. Ternyata barang-barang gadis itu identik dengan warna biru muda.
“Haidan pusing?” tanya Naya yang masih berdiri dengan tangan menggantung di udara.
Haidan diam saja dengan pikiran rumit. Melihat seragamnya yang bersih tanpa bercak darah, membuat Haidan merasa lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Haidan
Novela JuvenilBagi Naya, Haidan seperti bunga mawar di hidupnya. Indah ketika dipandang, tapi menyakitkan ketika digenggam. Namun, bagi Haidan, Naya hanya menjadi pengusik di hatinya. Yang selalu ingin Haidan dihindari, tapi rupanya tidak bisa. Karena ternyata us...