Kemarin Naya sampai diantar Haidan ke rumahnya menggunakan taksi. Awalnya Naya menolak, tapi Haidan yang tampak marah membuatnya menurut. Naya tidak tahu harus bagaimana lagi selain mengucapkan banyak kata terimakasih sampai membuat Haidan muak mendengarnya. Naya juga berjanji akan membayar uang ganti kepada Haidan.
Sekarang Naya di rumah kecil kontrakannya. Gadis itu termenung di teras sehabis membersihkan halaman rumah. Naya memikirkan bagaimana kelanjutan hidupnya yang hanya tinggal sendiri.
Sebelum itu, Naya berniat untuk tetap kuat dan bangkit dari keterpurukannya. Naya sadar pasti ibunya di atas sana tidak suka melihat Naya yang terus hidup dalam kesedihan. Naya sudah memikirkan. Dia akan tetap sekolah dan mewujudkan cita-citanya sebagaimana yang dijanjikan kepada ibunya. Beasiswanya masih ada, Naya hanya perlu mengkhawatirkan biaya hidup.
Nilam seakan sudah siap meninggalkan Naya. Saat gadis itu membuka lemari ibunya kemarin, dia menemukan sebuah buku tabungan yang jumlahnya lumayan banyak baginya. Di buku tabungan itu ada sebuah amplop yang tertulis “Uang untuk Naya kuliah”. Dari situ Naya semakin tahu bagaimana perjuangan Nilam untuknya.
Naya bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam rumah. Dia akan bersiap-siap untuk mencari pekerjaan apa saja yang dapat membantunya bertahan hidup. Naya sudah pastikan bahwa dia tidak akan menyerah, supaya ibunya akan bangga melihatnya dari atas.
Ponsel dalam genggaman Naya bergetar. Tertera di layarnya nama Jidan. Pemuda itu sepertinya tidak menyerah untuk terus mengirim pesan. Naya jadi merasa bersalah karena tidak menjawab pesan maupun telepon Jidan. Akhirnya, Naya memilih menghubungi Jidan. Ingin mengucapkan maaf sekaligus menanyakan kabar pemuda itu.
“Assalamualaikum Jidan.”
“Naya! Kenapa lo nggak jawab chat gue?” Sapaan Naya langsung dijawab Jidan dengan pertanyaan. Pemuda itu tampak terkejut dari suaranya.
Naya terkekeh. “Jawab dulu salamnya Jidan.”
“Walaikumsalam. Lo kemana aja? Di rumah lo juga nggak ada. Kemana?” Jidan di sana terdengar tidak sabar.
Naya tersenyum mendengar itu. “Tenang Jidan. Satu-satu, ya.”
“Sorry. Lo baik-baik aja?” Suara Jidan terdengar khawatir.
“Alhamdulillah. Aku baik-baik aja,” jawab Naya jujur. Memang sekarang dia merasa lebih baik.
“Jangan pura-pura.”
“Aku nggak pura-pura.” Naya tersenyum geli. Dia memang tidak berpura-pura ataupun berbohong. Sekarang dia bisa mengontrol emosinya. Naya juga bisa berpikir dengan jernih sekarang.
Jidan di sana tidak percaya. “Lo selalu pura-pura. Lebih baik lo ngeluh sama gue.”
“Sekarang aku udah nggak apa-apa, Jidan," balas Naya menegaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Haidan
Teen FictionBagi Naya, Haidan seperti bunga mawar di hidupnya. Indah ketika dipandang, tapi menyakitkan ketika digenggam. Namun, bagi Haidan, Naya hanya menjadi pengusik di hatinya. Yang selalu ingin Haidan dihindari, tapi rupanya tidak bisa. Karena ternyata us...