Haidan melangkah ke arah kantin dengan wajah yang sudah segar dan rambut yang agak basah akibat air wudhu. Sehabis dari mushola sekolah, Haidah berniat hendak mengambil pesanan makanannya di kantin untuk dibawa ke rooftop. Sebelum ke mushola tadi, Haidan menyempatkan diri ke kantin untuk memesan makanan, supaya setelah salat dia langsung bisa membawa makanan itu.
Sesampainya di kantin, Haidan melihat Bellva yang melambai ke arahnya sambil tersenyum. Di sebelah gadis itu ada Marvin dan sahabatnya yang lain. Melihat Rissa dan juga Amel yang ikut bergabung dengan Bellva, membuat keningnya mengerut kesal. Bisa-bisanya kedua gadis itu masih tidak tahu malu, makan dengan tenang padahal sehabis mengganggu seseorang.
“Haidan sini! Gue udah pesenin makanan,” panggil Bellva dengan semangat.
Haidan menghela napas sambil melangkah mendekat ke arah meja yang ditempati Bellva. Padahal niatnya hanya untuk mengambil pesanan makanannya di kantin.
“Ah, bentar, gue mau pesen minum dulu.” Bellva segera beranjak dari duduknya dan melangkah ke arah wanita paruh baya yang memang berjualan di kantin itu.
“Vin, makan aja makanan gue yang dipesenin Bellva,” ucap Haidan sambil mengeluarkan uang dari dalam dompetnya. “Ini kasih ke Bellva.”
“Kenapa?” tanya Marvin bingung sambil melirik ke arah Raden yang anteng dengan ponselnya.
Sebenarnya, Marvin senang saja mendapat makanan gratis, tapi bagaimana perasaan Bellva saat tahu Haidan tidak ingin makan makanan yang dipesan gadis itu.“Gue nggak makan di sini. Bilangin makasih ke Bellva,” jawab Haidan. “Gue duluan, ya,” ucapnya sambil menepuk bahu Caka dan Raden.
“Nggak makan di sini aja?” ucap Caka.
Haidan menggeleng lantas melangkah ke salah satu stand kantin untuk mengambil makanan yang sudah dipesannya lebih dulu. Tidak lupa juga membeli dua botol air mineral. Setelah itu Haidan langsung melangkah meninggalkan kantin.
“Biarin aja Haidan,” celetuk Raden sambil menatap punggung Haidan.
“Sumpah, masa makanan yang Bellva pesen nggak dimakan, sih! Udah capek-capek Bellva pesen, dih!” gerutu Amel kesal.
Haidan membuka perlahan pintu rooftop. Kali ini Haidan tidak lagi merasa kesal ataupun terusik mendapati Naya yang sudah lebih dulu ada di rooftop. Haidan sudah terbiasa dengan kehadiran Naya. Namun, gadis itu hanya duduk diam membelakanginya. Haidan tebak pasti Naya sengaja tidak memakai alat bantu dengar.
Mengingat kejadian tadi saat bekal Naya sengaja disenggol oleh Amel, membuat Haidan kesal entah kenapa. Saat itu Haidan baru sampai di depan mushola, dari kejauhan itu dia melihat Naya yang ternyata masih diganggu Amel meski sudah beda kelas. Saat melihat itu, tiba-tiba saja kakinya melangkah hendak menghampiri Naya, tapi Haidan mengurungkan niatnya ketika mendengar suara adzan.
Haidan melangkah sambil menatap kantong plastik di tangannya. Untung saja dia memesan dua makanan sekaligus.
Naya masih menatap pemandangan langit dari rooftop. Perutnya nyeri bukan main akibat datang bulan yang menimpanya. Hari ini Naya cukup sensitif, ditambah lagi bekalnya sengaja disenggol Amel sampai tumpah tidak berbentuk. Terpaksa Naya siang ini tidak makan demi untuk menghemat uang. Pasalnya di SMA Widya Bakti tidak ada namanya makanan murah karena merupakan sekolah elit. Jadi Naya harus berpikir berulang kali hanya untuk membeli makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Haidan
Ficção AdolescenteBagi Naya, Haidan seperti bunga mawar di hidupnya. Indah ketika dipandang, tapi menyakitkan ketika digenggam. Namun, bagi Haidan, Naya hanya menjadi pengusik di hatinya. Yang selalu ingin Haidan dihindari, tapi rupanya tidak bisa. Karena ternyata us...