Bagian 32

37 8 2
                                    

"Cacat nggak guna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cacat nggak guna."

Naya hanya bisa menunduk ketika kalimat itu ditujukan untuknya. Meski sudah sering mendengar hinaan seperti itu, tapi ternyata masih sedikit mengganggu hatinya. Namun, apa yang dikatakan Sani di depannya tidak ada yang salah.

"Maaf," cicit Naya lirih sambil menunduk dalam. Aku juga nggak mau jadi cacat, batinnya.

Naya berani bersumpah, parfum milik Sani pecah bukan karena dirinya. Dia melihat jelas bagaimana Dela yang menyenggol dirinya sampai Parfum Sani ditangan Dela jatuh dan pecah. Namun, entah kenapa Naya tidak bisa menjelaskan. Mulutnya kelu untuk sekedar membela diri sendiri. Tatapan semua orang yang ada di kelas menatap Naya seolah Naya memang tidak pantas ada di situ.

"Kalo udah miskin seenggaknya tau diri! Kalo udah pecahin gini, lo bisa ganti rugi?!" Sani mengamuk menatap marah Naya. Parfum mahalnya pecah, padahal baru dibelinya kemarin.

"Maaf." Lagi-lagi Naya hanya bisa mengucapkan kata itu. Tangannya yang dingin meremas rok seragamnya.

"Berapa harga parfum lo?" tanya Jidan yang sejak tadi di belakang Naya.

Jidan sudah menahan diri untuk tidak langsung membela Naya dan memarahi Sani yang beraninya menuduh. Niatnya ingin melihat bagaimana Naya belajar membela diri sendiri jika tidak bersalah. Supaya jika nanti dirinya tidak ada di dekat Naya atau tidak ada seseorang pun yang membela Naya, gadis itu bisa membela dirinya sendiri. Namun, melihat tatapan semua teman sekelasnya yang seakan menyalahkan Naya, Jidan tahu mengapa Naya hanya diam. Gadis itu pasti sudah tahu tidak akan ada yang percaya jika mengelak dari perbuatannya yang tidak dilakukan.

"Kenapa sih, Jidan?" Sani bertanya sewot.

"Jatuh sendiri kok minta ganti rugi. Tanya temen lo itu!" sindir Jidan sambil menatap tajam Dela.

Dela yang ada di samping Sani langsung mengalihkan pandangannya.

Naya menggigit bibir bagian dalamnya. Dia merasa malu dan seperti pengecut karena tidak bisa membela dirinya sendiri, sedangkan Jidan tidak segan untuk membelanya.

"Temen lo itu yang jatuhin jatuhin parfum lo, padahal dia sendiri yang nyenggol Naya," ucap Jidan menjelaskan, lalu menatap ke sekelilingnya. "Lo semua pada buta?! Segitunya nggak bisa ngebela yang bener?"

"Ck!" Sani menatap kesal Dela dan langsung melangkah keluar kelas diikuti Dela di belakangnya.

Jidan menarik tangan Naya untuk keluar kelas. Dibawanya gadis itu ke depan perpustakaan yang dekat dengan kelasnya.

"Kenapa diem aja? Lain kali bela diri sendiri," ucap Jidan sambil menatap Naya yang masih menunduk.

"Pertanyaan kamu simpel Jidan, tapi realitanya ngelakuin nggak semudah itu," balas Naya sambil tersenyum miris.

Naya sudah lelah meladeni sikap buruk teman sekelasnya. Sudah beda kelas pun masih ada orang semacam Amel dan Rissa yang mengganggunya. Naya sempat bertanya-tanya, apa salahnya? Semenjijikan dan setidakpantas itukah dirinya yang tuli sekelas dengan mereka?

Untuk HaidanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang