Bagian 30

62 6 3
                                    

Semenjak Naya tahu kalau rooftop sekolah sepi dan tidak ada guru yang berpatroli sampai ke sana, Naya jadi suka datang ke rooftop ketika jam istirahat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semenjak Naya tahu kalau rooftop sekolah sepi dan tidak ada guru yang berpatroli sampai ke sana, Naya jadi suka datang ke rooftop ketika jam istirahat. Semenjak itu juga Naya dan Haidan jadi seperti berlomba-lomba untuk datang lebih dulu di rooftop sekolah. Meski di tempat yang sama Naya tidak berani mengajak Haidan bicara karena pemuda itu pun hanya diam saja. Setiap datang ke rooftop Naya selalu melihat Haidan yang tertidur, dia jadi merasa tidak boleh mengganggu pemuda itu. Di waktu itu Naya pakai untuk menggambar sepuasnya. Suasana rooftop yang tenang dan angin yang menghembus membuat Naya merasa nyaman.

Untuk kesekian kalinya Naya ada di rooftop sekolah. Kali ini Naya datang lebih dulu di jam istirahat yang kedua. Biasanya setiap Naya datang Haidan sudah ada di sisi kiri rooftop sambil berbaring, tapi kali ini tidak ada. Mungkin pemuda itu tidak akan datang ke rooftop sekolah lagi.

Naya mencabut alat bantu dengarnya. Dia mulai mengeluarkan sketchbook biru mudanya. Naya mulai menggambar sambil membayangkan ada Haidan yang sedang berdiri sambil menatap langit sebagai objek gambarnya.

Haidan yang baru saja dari mushola datang ke rooftop dengan rambut lembab akibat wudhu. Pemuda itu membuka pintu rooftop dengan harapan ada seseorang yang sudah lebih dulu di sana. Pandangannya menyapu sekeliling rooftop dan melihat punggung Naya yang tengah menghadap ke kiri. Gadis itu tampak serius menggambar. Haidan mulai melangkah perlahan ke arah Naya. Dia ingin tahu apa yang digambar gadis itu.

Haidan yang sudah tepat di belakang Naya, memandang heran gadis itu. Pantas saja Naya tidak menyadari kedatangannya. Ternyata karena alat bantu dengar gadis itu dilepas. Haidan memperhatikan tangan kecil Naya yang asyik menggores kertas sketchbook biru muda gadis itu.

"Naya." Haidan mencoba memanggil gadis itu meski tahu tidak akan didengar. Tiba-tiba Haidan merasa apa yang dilakukannya lucu dan menahan untuk tidak tersenyum.

Haidan berjongkok di belakang samping Naya, tapi gadis itu belum juga menyadari kedatangannya. Lantas Haidan meniup telinga kanan Naya.

Naya seketika menoleh dengan wajah terkejut mendapati wajah Haidan di sampingnya. "HA! Astagfirullah!"

Haidan seketika tertawa menatap wajah Naya yang tampak lucu di matanya, tapi kemudian langsung terdiam. Sebenarnya, apa yang sedang dilakukan dirinya? Haidan langsung berdiri dan berbalik sambil berdehem canggung. Sepertinya dia sudah gila karena terlalu banyak pikiran.

Naya yang masih terkejut, mengerjap tidak percaya melihat Haidan yang baru pertama kali tertawa di depannya langsung. Rasanya Naya hampir menangis, tapi sepertinya ini terlalu lebay. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa Naya merasa senang melihat Haidan yang tertawa walau hanya sebentar.

"Kalo mau ketawa jangan ditahan," ujar Naya tersenyum sambil memasang kembali alat bantu dengarnya.

"Siapa yang ketawa," sangkal Haidan. Dia jadi malu.

"Haidan nggak ke kantin?" tanya Naya mengalihkan kejadian barusan. Mungkin pemuda di depannya sebenarnya malu.

"Nggak," jawab Haidan masih membelakanginya Naya.

Untuk HaidanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang