Bagian 36

29 3 0
                                    

Naya membuka pintu rooftop dengan perlahan, takut Haidan mengetahui keberadaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naya membuka pintu rooftop dengan perlahan, takut Haidan mengetahui keberadaan. Benar saja, ternyata Haidan sudah ada di rooftop. Pemuda itu duduk membelakanginya dan tampak sedang melamun. Waktu yang pas untuk Naya membuat Haidan terkejut. Dengan senyuman, Naya melangkah perlahan mendekati Haidan.

“Dor!” seru Naya sambil menyentuh singkat bahu Haidan. Senyum lebarnya yang mengira Haidan akan terkejut jadi luntur karena pemuda itu ternyata hanya menoleh ke arahnya dengan wajah datar. “Haidan?”

Haidan sama sekali tidak menyahut. Dia diam dengan pikiran yang berkecamuk. Kejadian tadi membuat fokusnya hilang. Haidan benar-benar seperti orang bodoh yang mencari jawaban dan kejelasan sendiri.

“Haidan lagi ada masalah?” tanya Naya lembut sembari duduk di sebelah Haidan dengan jarak satu langkah.

“Hm?” Haidan menatap Naya, lalu menggeleng. “Nggak.”

Naya sedikit cemberut menyadari ketidakjujuran Haidan. “Ketauan! Haidan bohong,” ujarnya sambil menunjuk pemuda itu

“Kepala gue berisik,” lirih Haidan sambil menghela napas.

Naya merasa sedih melihat wajah Haidan yang tampak kacau. “Mau cerita? Biar lega. Aku di sini dengerin,” ucapnya lembut, berharap Haidan mau berbagi masalah kepadanya.

Sambil menunduk Haidan tetap diam. Sejak tadi kepalanya berisik, sibuk berargumen dan menebak jawaban yang mungkin saja benar. Namun, semua itu percuma karena hati maupun pikirannya tetap tidak tenang. Ucapan Ilham yang tidak masuk akal terus teringai di ingatannya. Benar-benar menganggu fokusnya.

“Apa jangan-jangan lo juga nggak tau kalo lo bukan anak kandung keluarga Bagaskara?”

“Nyatanya lo bukan siapa-siapa di keluarga Bagaskara.”

Haidan tidak ingin percaya, tapi hati kecilnya seolah mengatakan bahwa itu semua benar. Namun, Haidan tetap ingin menyangkal. Karena bagaimanapun juga selama ini dia hidup dengan keluarga Bagaskara. Kenapa ucapan Ilham yang belum tentu benar mengacaukan pikirannya. Mengacaukan kepercayaan dan tekadnya untuk menjadi anak ayah yang membanggakan. Memikirkan kalau saja ternyata Ganendra bukan ayahnya, hati Haidan rasanya seperti dicubit.

Jika semua perkataan Ilham benar, jadi sebenarnya Haidan itu siapa? Dirinya ini siapa? Dia siapa di keluarga Bagaskara? Seberapa penting dirinya di sana? Apakah karena alasan itu Haidan berbeda? Dia bukan siapa-siapa? Haidan pusing dengan berisik di kepalanya.

Ingin rasanya Haidan mengeluarkan semua unek-uneknya yang selama ini dipendamnya. Ingin juga mengeluarkan amarah dan emosinya, tapi semua itu tercekat begitu saja dan tertelan di tenggorokannya. Rasanya melelahkan hanya memikirkan itu. Haidan lelah. Haidan ingin menyerah.

Naya panik melihat mata Haidan yang sepertinya berkaca-kaca. Tangan pemuda itu tampak samar bergetar. Naya tidak tahu kenapa, tapi yang pasti Haidan sedang tidak baik-baik saja.

Untuk HaidanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang