Bagian 17

24 8 0
                                    

Pagi-pagi sekali Naya sudah bangun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi-pagi sekali Naya sudah bangun. Setelah beribadah dan menyiapkan sarapan, Naya lantas bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Naya tak punya pilihan lain selain berangkat lebih awal karena harus berjalan kaki. Untungnya sekolahnya tidak begitu jauh.

Ketika melewati kamar ibunya, Naya terdiam mendengar suara batuk berulang kali. Dengan rasa penasaran dan khawatir, Naya masuk ke dalam kamar ibunya. Terlihat di sana, ibunya sedang duduk di tepi ranjang dengan wajah pucat.

"Mama, Mama sakit?" tanya Naya sambil memegang kening ibunya. Panasnya tidak normal.

Nilam tersenyum menatap putrinya. "Kayaknya demam biasa aja."

"Ke puskesmas, yuk! Naya temenin," ucap Naya sambil menatap ibunya dengan tatapan khawatir. Sungguh Naya tidak bisa melihat sedikitpun ibunya sakit.

Nilam menggeleng cepat. "Nggak usah. Cuma demam kayak gini aja, kok. Lagian Naya sekolah, kan? Mana boleh ditinggal."

"Naya bisa izin," balasnya cepat. Bagi Naya kesehatan ibunya yang paling utama.

Nilam menggeleng tegas. "Nggak boleh! Mama nggak apa-apa."

"Tapi tetep aja aja, Ma. Ke puskesmas, ya?"

Nilam masih setia menggeleng. "Mama nggak apa-apa."

"Ya udah Mama sarapan dulu baru minum obat, ya?"

Tanpa menunggu balasan ibunya, Naya berjalan ke dapur untuk menyiapkan makan dan obat untuk ibunya. Naya taruh piring berisi makanan dan segelas air putih di atas nakas.

"Mama, Naya udah bilang ke Bellva."

Nilam mengerjap tak percaya. "Udah?"

Naya mengangguk sambil tersenyum. "Iya, katanya nanti setelah ujian Bellva ketemu Mama. Makanya Mama sembuh dulu, ya?" Naya tahu kalau ini sepenuhnya bohong, tapi dia akan berusaha membujuk Bellva bagaimanapun caranya akan dilakukan supaya bisa mau bertemu dengan ibunya.

"Heh! Mama ini kuat," ujar Nilam sambil mengepalkan tangannya.

Naya mengangguk setuju. "Iya, Mama kan wonder woman, kan?"

Tiba-tiba Nilam menunduk sedih. Sambil tersenyum sendu berkata, "Naya, Naya malu nggak punya Mama kayak gini?"

Naya mengernyit. "Malu buat apa? Naya malah bangga punya ibu kayak Mama. Mama adalah ibu terkeren!"

Mendengar perkataan anaknya, mata Nilam tak bisa menyembunyikan air matanya. "Maafin Mama, ya? Mama belum bisa bikin Naya seneng, belum bisa beliin apa yang Naya pingin. Mama selalu buat Naya kesusahan. Naya nggak bisa bahagia tinggal sama Mama."

"Mama ngomong apa, sih? Cukup Mama di samping Naya aja, Naya nggak butuh apa-apa selain Mama," ucap Naya sambil memeluk ibunya. Hati Naya sakit melihat ibunya menangis.

"Maafin Mama, ya?" lirih Nilam sambil mengelus rambut putrinya.

Naya menggeleng dalam pelukan. "Jangan minta maaf, Ma. Hati Naya sakit dengernya."

Untuk HaidanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang