Bagian 25

39 9 1
                                    

Haidan berjalan keluar kamar dengan tubuh lemah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haidan berjalan keluar kamar dengan tubuh lemah. Akhir-akhir ini dia semakin susah tidur. Malam hari dihabiskannya untuk membaca buku. Tidak ada hal yang bisa dilakukan Haidan selain itu. Dia berharap bisa mengantuk ketika membaca buku, tapi Haidan hanya bisa membaca tanpa memahami isi buku itu. Haidan lelah dengan isi kepalanya yang tak bisa dikendalikan.

Di ujung lorong kamarnya, Haidan dapat melihat figura besar yang dipajang. Di dalam foto itu dirinya masih kecil dan terlihat tersenyum bahagia di samping wanita cantik yang tersenyum juga. Haidan rindu momen pada saat itu.

Jam menunjukkan pukul dua dini hari. Kali ini pun Haidan akan pergi ke dapur untuk membuat teh hangat, upaya untuk merilekskan pikirannya.

Ketika Haidan hampir dekat dengan ruang keluarga, pemuda itu langsung berhenti melangkah. Tubuhnya mematung seketika ketika melihat ayahnya duduk sendirian di sana. Punggung Ganendra yang selalu tampak tegak dan tegas kini terlihat menunduk lemah.

Ayah, batin Haidan.

Haidan tidak berani melanjutkan langkahnya lagi ketika menyadari bahwa punggung Ganendra tampak bergetar. Haidan menatap benda yang dipegang ayahnya, yang hanya terlihat setengahnya saja. Ternyata itu adalah sebuah foto. Foto seorang wanita cantik yang begitu dicintai Ganendra. Seketika Haidan merasa sesak di dadanya. Ternyata ayahnya diam-diam menangis merindukan ibunya.

Selama hidup dengan Ganendra, Haidan tidak pernah melihat ayahnya menangis lagi. Terakhir kali saat hari dimana ibunya pergi untuk selamanya. Untuk pertama kalinya Haidan melihat Ganendra hancur sehancur-hancurnya ketika ditinggal seseorang yang begitu dicintainya.

Ayah maaf, batin Haidan sambil menunduk menatap kakinya yang tak dialasi apa pun. Haidan merasa dirinya berdiri tanpa alas, tanpa pijakan.

"Adinda, aku rindu."

Suara lirih Ganendra dapat Haidan dengar dengan jelas, membuat matanya memanas dengan tangan terkepal kuat. Setiap hari Ganendra selalu terlihat biasa saja, tapi ternyata ayahnya itu selalu memendam segalanya sampai Haidan sendiri tidak paham.

Ganendra mengusap sayang foto dalam genggaman itu. Semua gerakannya dilihat Haidan di belakang tanpa Ganendra sadari.

Haidan tidak kuat lagi melihat ayahnya yang menangis. Terlalu menyakitkan mengetahui fakta itu. Haidan berbalik dan melangkah kembali ke kamarnya. Mungkin hari ini dia tidak bisa tidur lagi.

***

Siang hari ini Haidan sudah berada Embun Cafe, tentu saja bersama dengan teman-temannya. Dari tadi ketiga temannya selalu melirik ke arah seorang gadis berambut pendek yang sangat mereka kenal di kelas. Naya gadis itu. Haidan pun ikut melirik karena cukup terkejut melihat Naya bisa berada di Embun Cafe.

"Dia kerja di sini?" tanya Caka sambil melirik ke arah Naya yang sedang merapikan meja. "Kak Citra nggak ada bilang apa-apa sama gue."

Haidan menghela napas tampak lega saat melihat Naya. Sepertinya gadis itu sekarang keadaannya jauh lebih baik daripada saat Haidan lihat kemarin. Haidan diam-diam melihat Naya yang tersenyum saat berhadapan dengan pelanggan. Ah, gadis itu sudah bisa tersenyum lagi meski mungkin banyak menyimpan luka.

Untuk HaidanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang