7. Hit Me Up

3.3K 156 11
                                    

Waktu makan siang telah tiba. Sugoy mengajak Bagus untuk turut lunch-break bersama. Tentu saja Bagus mau. Setelah hampir dua minggu berada di Mercerdi, ia mulai terbiasa dengan tugas-tugasnya. Ia lebih sering diminta mengedit pamflet postingan di Instagram dan mengedit video behind the scene apabila ada.

Ya, tentang video bts pemotretan Ivanna sudah ia selesaikan dan ia berikan ke wanita itu dua hari yang lalu. Namun, yang membuat Bagus bingung kenapa wanita gila tersebut masih terus saja merecokinya dengan mengirimkan update kegiatan wanita tersebut. Tak jarang juga, Ivanna mengirim foto dirinya ke Bagus. Jika Bagus jahat, ingin sekali ia jual foto Ivanna ke Federasi Pecinta Banteng Indonesia karena rambut merah wanita itu rasanya membuat Banteng pun ingin menyerudukbya.

"Eh, kemarin gue makan di Padang depan. Cobain, yuk," ajak Sugoy memencet tombol lift ke bawah. Pemikiran Bagus tentang Ivanna pun berhenti.

"Boleh. Mahal gak?" Tanya Bagus sedikit khawatir. Jujur saja, uang saku yang diberikan ajik kepadanya semakin menipis. Ia harus extra menghemat agar uangnya cukup sampai akhir bulan yang masih 2 minggu lagi.

"Tenang aja, yang ini harga kaki lima tapi kualitasnya... beh!" Sugoy mengangkat kedua jempolnya, "kaki lima juga, sih. Tapi enak kok, buat perut karet kayak kita pasti enak." Lanjutnya bersamaan dengan pintu lift yang terbuka menampilkan seorang wanita di dalamnya.

Hm, sepertinya Bagus pernah lihat wanita tersebut tapi ia lupa. Untuk menjaga kesopanan, Bagus dan Sugoy menyapa wanita tersebut. Bagus lantas memencet lantai yang mereka tuju yaitu lobi.

"Aku bawa dua puluh ribu, aman gak ya?" Tanya Bagus khawatir.

Murah di Jakarta dan murah di Bali berbeda! Di Bali, bahkan dengan uang Rp 20.000,- setidaknya Bagus bisa membeli nasi kuning atau nasi jinggo empat! Di Jakarta, Rp 20.000,- terkadang hanya mampu membeli kopi di kafe saja. Apalagi di daerah SCBD ini semuanya mahal.

"Aman, kok. Mereka punya paket sepuluh ribu. Murah." Balas Sugoy tersenyum lebar. "Soal motor gimana? Udah ketemu?"

Motor? Ya, motor. Bagus kemarin berbincang dengan ajik dan pria itu menyarankan untuk mencari motor sewaan yang bisa ia gunakan untuk berkendara di Jakarta. Hitung-hitung, dirinya juga tak enak karena terus meminta Sugoy menjemputnya setiap hari.

"Belum ketemu." Balas Bagus mengeser tubuhnya kala pintu lift terbuka dan beberapa pegawai senior masuk ke dalam. "Rata-rata orang mau sewain motornya perbulan atau pertahun, aku masih cari yang mau sewain enam bulan aja sampai aku balik ke Bali nanti." Lanjutnya sedikit berbisik.

"Nanti gue bantu cari juga kok, kalo dapet gue kabarin lo dah." Sahut Sugoy dengan bisikan pula.

Pintu lift terbuka di lantai tiga dan wanita yang pertama mereka temui melangkah keluar. "Eh, Tuti. Mau kemana?" Tanya wanita lain menyapanya. Itu Kak Ajeng.

Wanita tersebut, yang ternyata bernama Tuti hanya menunduk sebagai jawaban lantas melangkah pergi. "Duluan, Mba Ajeng." Balasnya lalu melirik ke arah Bagus sebelum pergi.

Mantap, Tuti dapat info baru yang bisa ia beritahu ke Ivanna!

"Eh Bagus, Sugoy. Kalian mau kemana?" Tanya Ajeng memasuki lift dan menyapa mereka setelah menyapa pegawai senior lainnya.

"Makan, kak. Kakak mau kemana?" Balas Bagus kembali bertanya. Mungkin karena Bagus sempat bekerja sama dengan Ajeng, ia merasa sedikit lebih santai. Sedikit ya, tidak mengurangi rasa hormatnya kepada Ajeng.

"Sama, mau makan juga. Hm, ikut kalian boleh?"

Sugoy dan Bagus saling berpandangan satu sama lain. Mereka tak mungkin kan mengajak Ajeng makan di kaki lima melihat dari penampilan wanita itu. Selain itu, jujur saja sedikit gengsi rasanya membawa Ajeng ke sana.

The Demon I Cling ToTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang