21. Lucky To The Rescue!

2.4K 198 40
                                    

Asap tembakau menguasai kamar mandi Ivanna. Sudah hampir sebulan Ivanna tak melakukan 'rokcol' atau singkatan dari ngerokok-colongan. Istilah yang ia buat sendiri kala berjanji tak mau menyentuh rokok dua bulan yang lalu. Yah, nyatanya kini ia melakukannya lagi.

Sengaja, di kamar mandi karena tak mau ruangan lain di apartemennya berbau nikotin.

Ivanna memang sudah jarang merokok. Rokcol hanya dilakukan kala dirinya terlampau emosi dan tak tahu harus melampiaskan ke siapa. Tak ada Tuti pula. Ivanna gak mau ya, ngomel-ngomel ke anaknya alias Lucky. Kucing gembul itu tak bersalah atas pertengkaran Ivanna dan Bagus.

Ah iya, mereka bertengkar.

"Nyebelin banget, sih." Ivanna menghisap rokok yang diapit jemarinya.

Ivanna sebenarnya bingung, apakah keduanya benar-benar bertengkar atau Bagus kembali menjadi sosok sok cuek lagi. Ivanna tidak merasakan dirinya berbuat salah atau apapun kok, tiba-tiba aja si Bagus marah. Ivanna marah karena Bagus yang gak jelas itu.

Sebenarnya Ivanna sempat mengira bahwa Bagus tadi bercanda dan akan kembali lagi datang dan tiba-tiba teriak 'bercanda'. Tapi, sampai satu jam Ivanna menunggu bahkan sampai membuka pintu dua kali, pria itu tak kunjung datang.

"Ngapain juga gue tungguin, kayak gak ada kerjaan lain aja." Hembusan asap kembali keluar dari bibir Ivanna.

"Emang lagi gak ada sih."

Hari ini Ivanna kan cuma foto endorse saja. Eits, endorse yang diterima Ivanna bukan kaleng-kaleng ya. Ivanna akan mengendorse sebuah brand tas milik teman artisnya, hitung-hitung ngebantuin sih. Dan menambah relasi lagi.

Ivanna mematikan puntung rokoknya kala mendengar suara bel. Mungkin tasnya yang dikatakan temannya sudah sampai. Ivanna mengibaskan tangannya untuk menghapus sisa asap rokok di kamar mandi, setelahnya ia keluar dan menyemprotkan parfum ke bagian tubuhnya.

"Iya! Sebentar!" Teriak Ivanna kala bel kembali berbunyi. Ivanna tak sempat melihat lewat intercom karena bel telah kembali berbunyi.

Gak sabaran banget deh ini kurir.

"Pagi, pak-" Ivanna seketika terdiam melihat orang yang berdiri di depan pintunya.

"Eh, Mbak Ivanna? Maaf ganggu pagi-pagi."

"Edward?"

Seketika bulu kuduk Ivanna merinding. Edward dan Ivanna memang tinggal di apartemen yang sama, namun Edward tak tahu di lantai mana dan nomor berapa unit milik Ivanna.

"Iya, mbak. Ini Edward."

Ivanna berdeham mencoba menghilangkan rasa terkejutnya, "kamu tau darimana aku ada di unit ini?"

Edward mengangkat box besar. "Ini, mbak."

Ivanna terdiam dan masih menatap Edward kebingungan.

"Oh ini, ini paket nyasar ke unit aku. Paketnya atas nama Ivanna, mbak."

"Hah?"

Bukannya Ivanna budeg atau tidak paham, masalahnya Ivanna tak pernah menaruh nama dirinya sebagai penerima, ia selalu menaruh nama Lucky sebagai penerima paket dan nomor telefon Tuti.

Wajar gak sih Ivanna takut?!

"Lantainya ada di lantai aku, mbak. Nomor kamar sama dan lantainya sama kayak unit aku. Tapi aku tahu ini paket salah antar karena aku gak merasa pesan apapun akhir-akhir ini. Makanya aku coba cek ke lantai di bawah dan di atas aku, tadi aku udah ke bawah dan katanya juga ini bukan punya mereka makanya aku naik," Edward menghela nafasnya, "ternyata Ivanna yang dimaksud di paket itu, Mbak Ivanna."

The Demon I Cling ToTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang