24. Half Regret

2.6K 191 33
                                    

Ivanna terlihat cantik di panggung. Bahkan hanya melihat punggungnya dari backstage pun, aura yang dimiliki Ivanna memancar. Suaranya pun terdengar merdu di telinga Bagus, walaupun ia lebih memilih mendengar nada manjanya.

"Misi, mas." Suara pria membuat Bagus menggeser posisi berdirinya.

"Eh, maaf."

Pria tadi melewati Bagus dan berdiri di belakang tangga. Bagus mengenal pria yang membawa gitar itu, Edward namanya. Pria yang juga menjadi talent di Mercerdi. Serta pria yang menjadi bintang tamu di talk show Ivanna.

Bagus harusnya merekam pria itu dan kegiatan persiapannya dari tadi. Selain itu dirinya harus mewawancara singkat Edward dan Ivanna. Bagus malah lalai dan lebih berfokus ke Ivanna, sedari tadi memandangi. Rasanya wanita itu benar-benar membuatnya terhipnotis dan tak rela melepas pandangannya.

"Okay, gak usah lama-lama lagi nih. Kayaknya langsung aja kita sambut, Edward!" Sahut Ivanna dari panggung dan langsung berjalan meninggalkan panggung. Berpapasan dengan Edward dan dari gerak-geriknya Bagus bisa melihat bahwa mereka saling menyemangati.

Cih, sok akrab banget.

"Hai, lo fotografer yang kemarin kan?" Sapaan dari Ivanna tiba-tiba, mengedipkan kedua matanya.

Bagus tak paham tadinya, namun karena ia tahu sifat Ivanna lantas dirinya mengangguk. Mereka akan bermain pura-pura gak kenal!

"Lo ngapain disini?"

"Saya ada disuruh take foto dan take video behind the scenes untuk di Instagram Mercerdi, mbak."

Ivanna mengangguk, "lo sendirian aja? Gak sama Intan atau siapa gitu?

"Sama Kak Mario, mbak."

Ivanna mengangguk-angguk sebagai jawaban, "dia dimana?"

"Lagi di depan, mbak. Mau di rekam untuk performnya Mas Edward." Bagus berdeham, rasanya aneh memanggil 'mas'.

"Oh,"Ivanna memutar kepala melihat sekelilingnya, benar saja orang-orang melihat keduanya berbincang, "fotoin gue dong, di sana. Mau gue upload ke instagram." Teriaknya berusaha menandingi suara Edward.

"B-boleh, mbak. Mau foto dimana?"

Ivanna menunjuk ke arah luar lalu beralih kepada Tuti, "temenin gue foto di depan." Tuti mengangguk dan melangkah terlebih dahulu. Ivanna dan Bagus mengikuti dari belakang. Ini semua demi menghindari tatapan kepo dan gosip tak menyenangkan nantinya.

Bagus tahu Ivanna memang akan melakukan hal gila, namun pria itu tak pernah bisa menebak apa yang Ivanna ingin lakukan. Wanita itu tampak begitu acuh dan tak menanggapi keberadaan Bagus. Ivanna bahkan tak meliriknya sedikitpun.

"Foto disini bagus kali ya, mbak?" Tanya Tuti menunjuk tulisan Java Week besar di pinggir panggung bagian luar.

"Boleh, tolong fotoin ya."

Bagus mengangguk lantas memotret wanita itu. Bahkan di saat malam pun, perempuan itu masih bersinar dan bercahaya. Ivanna hanya tersenyum dan berdiri namun pesona wanita itu dapat mengalahkan model yang berusaha berpose. Ivanna cantik, dan mudah bagi Bagus mendapatkan banyak foto yang luar biasa.

Hm, Bagus terlalu lebay gak ya?

Merasa cukup, Ivanna menghentikannya dan menghampiri Bagus, "liat dong."

Bagus menunjukkan kameranya ke arah Ivanna yang kini berdiri di sampingnya. Tuti yang melihat keduanya yang saling berdekatan—terlalu berdekatan memilih memalingkan wajah. Seketika sepatu kotor Tuti terlihat lebih menarik. Ivanna sih tadi sudah bilang sama Tuti buat ngebantuin mereka supaya gak ketara banget, ngambil kesempatannya, tapi Tuti ngapain disini? Tuti kikuk banget rasanya.

The Demon I Cling ToTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang