23. Safety Save

2.5K 194 23
                                    

Bagus terbangun kala merasakan pergerakan di sisi kasur. Ia menajamkan matanya di dalam ruangan yang remang-remang. Bagus dapat melihat seorang wanita dengan surai berwarna merah.

Merah?

"Mbak Ivanna?" Panggil Bagus.

"Ya iyalah. Siapa lagi?" Ivanna beranjak setelah mengerai rambutnya, berbaring di samping Bagus.

"Baru sampai?"

Ivanna tak lantas menjawab memilih mencari posisi yang lebih nyaman. Ia memasukkan sebagian tubuhnya ke dalam selimut lalu memiringkan tubuh menghadap ke arah Bagus. Bagus yang paham akan maksud Ivanna langsung merentangkan tangannya. Dalam seketika Ivanna masuk ke dalam pelukan Bagus dan melingkarkan tangannya di tubuh Bagus. Posisi paling nyaman bagi Ivanna. Di dalam pelukan Bagus.

"Capek, beb," keluh Ivanna mendusel di sela leher Bagus, "selalu wangi deh kamu."

Bagus tersenyum kecil. "Doa dulu baru tidur."

"Oh, iya. Bentar."

Setelah empat hari tidur bersama (Bagus nginep ya), Ivanna terbiasa diingkatkan untuk berdoa sebelum tidur. Awalnya sih Ivanna ogah-ogahan, namun setelah rutin berdoa, tidurnya malah semakin nyenyak. Tak lagi Ivanna terbangun tiba-tiba di tengah malam, dirinya bangun dengan tubuh yang terasa segar paginya.

Usai berdoa, Ivanna kembali ke pelukan Bagus. "Udah," ucapnya dengan riang.

Keduanya kembali saling memeluk dengan erat. Ivanna rasa, Bagus mempunyai ilmu hipnotis yang membuat dirinya tidur lebih cepat. Karena hanya dalam beberapa menit Ivanna sudah merasa sangat mengantuk. Ditambah dengan telapak tangan pria itu yang sedari tadi mengelus lengannya.

"Selamat tidur, have a sweet dream." Bisik pria itu.

"Dirimu juga, beb."

Bagus menatap wajah Ivanna yang mulai terpejam. Wajahnya tenang dan cantik. Teramat cantik bila dipandang lamat-lamat dan Bagus mengakui hal tersebut.

Hanya orang bodoh yang bilang Ivanna itu tak cantik.

Pertanyaan kecil muncul di otaknya. Mengapa, wanita secantik Ivanna tak punya kekasih? Tak mungkin rasanya tak ada pria yang mengejarnya. Bahkan tadi saja ada yang terang-terangan mengintainya–

"Ya ampun," Bagus kembali teringat, "mbak, kamu tinggal sendiri kan?"

"He'em," jawabnya berbisik, "tapi sekarang sama kamu." Diakhiri senyum kecil.

Bagus menghela nafasnya sudah menerka jawaban iseng Ivanna. "Kamu kenal sama tetangga disini?"

Ivanna jawab dengan gelengan, sambil masih terpejam.

"Sama sekali?"

"Enggak, beb. Kenapa sih? Kamu takut ketauan? Tenang aja, orang-orang disini cuek semua kok. Aku aja gak pernah liat tetangga aku."

Bagus menelan ludahnya dengan susah payah. Mencoba mencari kata yang tepat untuk disampaikan agar tak membuat Ivanna takut. Asumsi Bagus kuat, dirinya berpikir sedari tadi dan tak ada kemungkinan lain. Ivanna memang punya stalker.

"Mbak, kamu harus lebih hati-hati."

"Kenapa?" Tanya Ivanna mengadahkan wajahnya menatap Bagus.

"Waktu datang tadi, aku lihat ada cowok berdiri di depan unit kamu."

"Hm?"

"Ada cowok tadi waktu aku dateng, terus dia berdiri di depan pintu unit kamu."

Ivanna mengerjap bingung, "nganterin paket?"

The Demon I Cling ToTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang