Bagus sudah memakai baju serta celana milik Ivanna—yang katanya punya saudara laki-lakinya yang tertinggal—sedangkan dia tak memakai dalaman apapun. Sebenarnya Ivanna hendak meminjamkan dalaman milik saudara laki-lakinya namun sayang sekali tidak muat. Kekecilan.Celana dalamnya ya yang kekecilan bukan milik Bagus.
"Maaf, mba kalau tadi saya lancang." Ujar Bagus meletakkan dua mangkok mie kuah di meja makan.
Ivanna menghela nafasnya, malas dengan Bagus yang tak enak-an. "Lancang apa, sih beb? Kan kita sama-sama mau."
"Maksud saya, saya lancang manggil nama Mbak Ivanna tanpa embel-embel tadi. Kebawa suasana– ekhem." Bagus kembali bersemu tak enak mengingatnya.
Ivanna menyilangkan kakinya di kursi makan, "gak gue maafin."
"Hm?"
"Soalnya gue lebih suka lo manggil gue gitu," lantas Ivanna terkekeh, "coba dong panggil gue kayak tadi lagi, Gus."
Bagus berdeham menghilangkan bayang-bayang sisa percintaan mereka. Tadi, setelah bersih-bersih bangun ingin langsung pulang. Namun belum usai bersih-bersih, Ivanna tiba-tiba masuk dan merecoki Bagus. Mereka malah melakukan hal itu lagi di kamar mandi. Akhirnya, mereka mandi bersama dan Ivanna meminta Bagus memasakkan mie untuk mereka berdua.
"Gak." Balas Bagus cepat.
"Idih. Giliran tadi aja, kenceng banget teriaknya, sekarang ogah-ogahan." Sindir Ivanna menarik mangkuk mienya.
"Kebawa suasana, mbak."
"Iye-iye," Ivanna mengambik sendok untuk keduanya lalu langsung melahap mienya, "lo-"
Ivanna kembali terjeda melihat Bagus yang memejamkan matanya dengan mulut yang komat-kamit. Ah, iya. Ivanna lupa berdoa! Dengan segera, ia menyatukan kedua tangannya lalu memejamkan mata.
Eh... tunggu. Ini keajaiban dunia kah? Ivanna berdoa untuk makanannya?
Yasudahlah. Terlanjur.
"Selamat makan, mbak." Tutur Bagus setelah Ivanna membuka matanya.
Lucu amat, baby boy, big boy dan good boy (yang udah gak good-good amat.)
"Selamat makan juga, Gus." Sahutnya.
Keduanya makan dalam diam. Ivanna sendiri baru tahu kalau Bagus masak mie kuah itu ditambah resep racikannya sendiri. Tadi pria itu nanyain soal cabe ijo, telur dan mayonaisse. Hm, rasanya lezat juga... selezat yang masak.
"Oh iya, Gus," Ivanna memecah keheningan, "gue mau kasihtau sesuatu."
"Apa, mbak?"
"Jadi, kalau after sex itu lo harus ngelakuin yang namanya after care."
Bagus menghentikan makannya, kembali tersipu. "After care?"
"Iya, after care. Lo gak boleh tuh nyelonong pergi bersih-bersih habis begituan. Minimal dipeluk dulu lah ceweknya, terus lo puji-puji ceweknya. Habis itu, bisa lo kasih makan atau treat her something gitu."
Bagus terdiam. Tak memberi jawaban kepada Ivanna dan tak melanjutkan makannya.
"Paham gak?" Tanya Ivanna.
"Paham." Balasnya singkat dan melanjutkan makan.
Ivanna mengernyit bingung, tumben ini orang gak ngebantah. Ivanna melirik Bagus yang makan dengan lahap, dan dirinya malah teringat dengan Bagus yang melahap kedua buah dadanya tadi. Holyfuck! Salah banget rasanya karena dada Ivanna berdenyut kini, tanda-tanda dirinya mulai 's' word.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Demon I Cling To
RomanceSeingat Ivanna, Bagus adalah pria yang bernasib sama dengannya dan penampilan pria itu dibawah rata-rata. Bukannya Ivanna bilang Bagus jelek, ia tampan! Sungguh! Wajahnya penuh ketegasan dan tatapannya menusuk. Hanya saja, pria itu tidak bisa berpen...