Ivanna membuka ponsel yang ia taruh dii samping piringnya. Notifikasi dari Bagus muncul dan pria itu mengirimkan sebuah foto. Ivanna melirik sekilas ke arah Hasita— surprisingly ternyata adalah Ibu dari Bagus— yang tengah berbincang dengan Harris.
Ivanna membuka ponselnya dan mendapati pemberitahuan bahwa Bagus telah memenangkan lomba tersebut.
Ivanna langsung bersorak, "yes, menang!" Ucapnya reflek.
Ivanna langsung mengetikan balasan kepada Bagus mengucapkan selamat atas keberhasilannya. Ivanna juga mengirimkan pesan agar Bagus juga mengirim wajahnya. Lagian, siapa sih yang mau lihat si Bli Agung? Ivanna prefer lihat Bagus yang memegang. Pengeng lihat tangan besarnya yang Ivanna kangenin banget itu.
"Siapa yang menang, gek?" Tanya Hasita memecah keasyikan Ivanna.
"Hah?"
"Tadi, Iv. Lo bilang 'yes, menang', itu siapa yang menang?" Harris gantian bertanya.
Ivanna mengerjap dan tersenyum kikuk, "itu bu, Liverpool menang. Menang lawan Everton," wanita itu tertawa dengan paksa, "yes, menang. Wohoo!"
Hasita mengangguk turut senang. "Liverpool itu apa, gek?"
Ivanna menghela nafas lega. Walaupun dia sadar Harris tampak memandangnya bingung karena Harris sendiri tahu bahwa tidak ada laga sepak bola yang sedang berlangsung.
"Itu, klub sepak bola, bu."
Hasita tampak berpikir sejenak dan tampaknya wanita itu teringat akan suatu hal. "Oalah, ibu tahu gek. Itu klub sepak bola kesukaan anaknya ibu juga. Si Bagus itu."
Gawat.
Maksudnya, gawat. Bukannya takut ketahuan, Ivanna malah ingin mengaku bahwa Ivanna mengetahui Liverpool karena Bagus. Gawat bukan?
"Masa iya, bu?" Ivanna tertawa sekilas, "kok bisa kebetulan ya."
"Iya, gek. Si Bagus sama ajiknya sering nonton bareng. Cocok dah kalau soal bola."
"Ih, seru banget. Aku jadi pengen ikut nonton kalau ada–"
Suara deringan ponsel dari Hasita menghentikan ucapan Ivanna.
"Eh, sebentar ini, si Bagus telpon." Hasita menunjukkan layarnya setelahnya mengangkat telponnya.
Mata Ivanna langsung berbinar begitu ia mendengar nama Bagus. Ivanna coba menguping agar dirinya bisa mendengar sayup-sayup suara pria itu. Walau mereka baru saja berbincang tadi.
"Seken ne, Gus?" Tanya Hasita kepada orang di sambungan telfon. "Juara kude ne?"
Wajah Hasita kian berseri sembari melihat kearah Ivanna dan Harris. "Juara dua?"
Ivanna dan Harris yang mendengar kabar gembira tersebut turut ikut tersenyum dan menepuk tangan mereka kecil.
"Sebentar ya gek, bli, ibu mau kasih tau ajiknya Bagus dulu diluar."
"Iya ibu, silahkan." Balas Harris mewakili Ivanna. Setelahnya pun Hasita meninggalkan Harris serta Ivanna berdua.
Ivanna langsung melanjutkan sesi makannya sembari membuka ponsel. Pergerakan Ivanna tak luput dari mata Harris. Entah mengapa, Harris merasa ada yang... janggal?
"Kok lo tau anaknya si Bu Hasita bakalan menang, Iv?" Pertanyaan itu asal.
"Iyalah, dia kan udah ngasih tau gue duluan—" Ivanna mengatup mulutnya. Matanya perlahan naik ke arah Harris dan pria itu sudah cengegesan iseng.
Ivanna goblok!
Dirinya keceplosan!
"Ma-maksud gue, gue tuh, kayak, gue kayak punya feeling gitu. Soalnya kan, si, apa namanya? Ehm– si Liverpool menang. Gitu." Ivanna bodoh! Ia terbata-bata yang membuatnya kelihatan sekali jikalau ia sedang berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Demon I Cling To
RomanceSeingat Ivanna, Bagus adalah pria yang bernasib sama dengannya dan penampilan pria itu dibawah rata-rata. Bukannya Ivanna bilang Bagus jelek, ia tampan! Sungguh! Wajahnya penuh ketegasan dan tatapannya menusuk. Hanya saja, pria itu tidak bisa berpen...