Ini adalah hari kedua Yaya mengurung dirinya dikamar, tak berhenti menangis dimulai dari malam itu ketika Ruli meminta ijin padanya. Sebenarnya hati dan pikirannya tidak sejalan, bagi Yaya, ia berpikir bahwa ini biasa terjadi apalagi kekasihnya ini adalah pewaris tunggal keluarganya, oleh karena itu dia pasti banyak urusan pekerjaan yang harus diselesaikan, dan bisa dibilang mereka hanyalah LDR saja selama kurang lebih satu bulan.
Namun disisi lain hati Yaya berkata, mengapa semua ini harus terjadi, mengapa disaat keduanya akan melangsungkan pernikahan ada hambatan. Apakah ini tanda bahwa Ruli bukanlah jodohnya? Apa Ruli tidak ditakdirkan sebagai pendamping hidupnya?
Entahlah, pikiran dan perkataan itulah yang saat ini menguasai hati dan pikiran Yaya. Ia sudah berusaha untuk menerima, namun jika kembali teringat proses yang mereka lalui, seakan tak rela membiarkan Ruli pergi, karna yang ia takuti, tidak ada yang tau apa yang terjadi dalam beberapa waktu kedepan. Itulah yang membuatnya sekacau ini.
Tok....tok...tok...
"Ya.... Udah yah ..jangan nangis lagi... Udah dua hari lu ngurung diri, jangan menyiksa diri dengan pikiran lu yang rumit itu" jeda putri
" Ayok sekarang lu bangkit, pesawat Ruli jam 12.00 siang, lu yakin gak mau nganter dia...?" Ucap putri
Mendengar pernyataan putri, seketika ia seakan kembali tersadar, ia sudah melewatkan dua kali malam hanya untuk menangis dan meratapi dirinya sendiri. Ia lupa bahwa hari ini Ruli akan berangkat.
Tak ada jawaban dari Yaya, namun putri tetap setia menunggu dan memanggil yaya. Mencoba membantu sahabatnya itu untuk bangkit lagi.
Yaya saat ini sudah selesai mandi, dan sedikit memberi riasan pada wajahnya untuk menutupi matanya yang sembab.
" Tyy ... Ayok berangkat, kita temuin Ruli... Gua mau anterin dia" ucap Yaya seketika membuka pintu kamarnya dan itu membuat putri terkaget
" Udah ayok, jangan bengong ini udah jam sebelas keburu gak ada waktu gua ketemu Ruli" ucap Yaya menarik tangan putri.
Saat ini keduanya sudah dalam mobil dengan perjalanan menuju ke bandara Ir. Soekarno Hatta. Sepanjang perjalanan Yaya hanya menatap lurus kaca disampingnya dan menitikkan air matanya. Putri yang melihat kondisi sahabatnya tidak tahu harus berbuat apa, dan ia juga tidak bisa menyalahkan Ruli. Namun satu yang ia yakini, mungkin ini adalah ujian sebelum pernikahan.
Saat ini keduanya sudah tiba dibandara, segera Yaya keluar dari mobil dan berlari mencari keberadaan Ruli, ditempat menunggu sesuai jadwal keberangkatan lelaki itu. Dari kejauhan ia melihat kekasihnya sedang berjalan menuju areal waiting room sesuai gate keberangkatan. Namun entah kekuatan darimana Yaya berlari sekencang mungkin dan memeluk tubuh lelaki itu sangat erat, ia menumpahkan segala tangisan kerisauan hatinya.
Lelaki itu sadar ada yang memeluk dirinya, langsung terkesiap membalikkan tubuhnya dan melihat bahwa gadisnya yang tengah memeluknya.
Ruli segera membalas pelukan itu, memeluk tubuh Yaya dengan sangat erat, entah mengapa rasanya perjalanan kerjanya kali ini terasa sangat menyedihkan. Tidak bisa dipungkiri interaksi keduanya mampu menyita perhatian orang-orang yang ada disekitar. Orang-orang menatap keduanya heran, melihat sepasang kekasih ini saling memeluk dan menangis.
" Sayanggg, udah ya.... Jangan nangis lagi... No..no..." Ucap Ruli menangkup wajah kekasihnya itu.
Yaya hanya menggelengkan kepalanya menatap Ruli sendu. Hati Ruli rasanya semakin sakit bagaikan tersayat belati yang tajam.
" Sayang, udah ya... Aku nanti jadi gak tenang loh ninggalin kamu disini, udah ya jangan nangis lagi" ucap Ruli mengelus wajah kekasihnya itu
" Kamu janji pasti pulangkan hun..?" Tanya Yaya memelas menatap sendu wajah kekasihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pamit Untuk Kembali ( END )
RomancePamit adalah harapan yang dinantikan untuk kembali, lalu bagaimana jika pada kenyataannya pamit itu tidak akan pernah membawanya kembali? ~ MinYun