8.RUMAH SAKIT

56.1K 2.9K 38
                                        

Happy reading 💟

Jangan lupa tinggalkan jejaknya. Follow,Vote dan komen.

How is today?

Baik? Semoga selalu baik-baik saja.

Maaf banget, kmaren ngak update.

Difta menautkan jari jemari nya, Duduk di kursi tunggu Rumah sakit. Pandangannya tertuju ke pintu UGD,dengan harap-harap cemas.

"Darah...," gumam Difta. Pikirannya berkecamuk sekarang,ia takut kalau Alvian memiliki penyakit yang akan membahayakan nyawa Alvian.

Difta menggelengkan kepala nya, "tidak! Alvian, pasti baik-baik saja." Difta mencoba untuk menyakinkan dirinya sendiri.

Sibuk dengan pikirannya. Difta tak menyadari jika, Jefan sudah berdiri di dekatnya dengan tangan terkepal kuat. Jefan menahan emosi,yang sekarang sedang memuncak.

Tanpa aba-aba,Jefan menarik kerah baju Difta sampai tubuh Difta berdiri. Setelah itu,perih dan panas menjadi satu yang Difta rasakan.

Jefan menampar pipi kanan Difta keras,bahkan meninggalkan bekas.

"KAU APAKAN ALVIAN,HAH? JIKA KAU,TAK MENYUKAI ALVIAN. STOP! DEKATIN ALVIAN LAGI," bentak Jefan.

Niat hati tadi ingin, melihat Alvian di kamar Difta. Namun, Jefan tak menemukan mereka berdua. Yang Jefan lihat adalah selimut yang sudah ada bercak darah,dan keadaan ranjang kasur yang berantakan.

Lalu, Jefan menelpon Vicky,yang memang kebetulan Vicky tak ada di Mansion. Di situlah, Vicky mengatakan kalau Alvian masuk rumah sakit.

"Jaga bicaramu,apa kau ada bukti?" bela Difta. Tentu,ia tidak terima di tuduh seperti itu.

"Bukti? Kau mau bukti? Apa kau tak melihat telapak tangan mu itu, yang terdapat ada darah."

Mendengar kalimat Jefan,Difta melihat telapak tangannya. Ya, memang ada noda merah di telapak tangannya.

Plak!!

Sangat refleks tangan Wati bergerak,lalu memberikan tamparan kuat di pipi kiri Difta. Percayalah,ini di luar kendalinya. Wati juga tidak mengerti kenapa tangannya sangat berani melakukan ini!

Difta masih mencerna apa yang terjadi,dua tamparan yang ia dapatkan hari ini. Di belakang Wati, ada Arlo,Bryan,Devan dan Ezio sedang menatap tajam kearah Difta.

"Apa salah Alvian, tuan?" lirih Wati. Ia memandangi wajah tegas Difta, dengan ketidak percayaan.

Apakah benar? Difta telah menyakiti Alvian? Kalau tidak! Kenapa Alvian bisa masuk rumah sakit?

"Kalau saya,ada salah tuan. Sakiti saya! Bukan Alvian. Alvian tidak tahu apa-apa, tuan. Ia hanya anak kecil, umur nya saja baru 15 tahun!" lanjut Wati.

"Apakah saya seburuk itu? Ah! Seperti nya iya. Tapi,saya hanya ingin bilang. Saya tak pernah menyakiti Alvian," ucap Difta dengan sedikit tekanan.

Lalu,Difta pergi meninggalkan mereka. Ia hanya ingin menenangkan pikirannya, walaupun sebenarnya Difta tak ingin meninggalkan Alvian.

Melihat kepergian Difta. Wati menjadi merasa bersalah,ia menatap telapak tangan kanannya yang sudah berani menampar pipi Difta.

Ceklek

Pintu ruangan UGD,terbuka. Memperlihatkan lelaki yang memakai jas putih dengan bernama tag Alex Putra Ravendra.

Wati mendekati dr.Alex, dengan perasaan cemas. Takut, terjadi sesuatu pada Alvian.

"Dok, bagaimana, keadaan Anak saya dok?"

dr.Alex menatap Bingung! Anak? Jadi,anak lelaki yang ia periksa adalah anak Maid Azegara. Tapi, kenapa Tuan muda Azegara juga ada di sini? Pikir Alex.

"Apa kau tuli? Bagaimana keadaan Adek kami?" ucap Arlo dengan nada dingin nya.

"Keadaan tuan kecil, baik-baik saja tuan muda. Ia hanya menderita Nyctophobia (phobia gelap).

Mendengar itu,Wati sedikit lega. Setidaknya,Alvian tak memiliki penyakit yang serius.

"Boleh saya masuk dokter?" tanya Wati.

"Tentu boleh! tapi,Tuan kecil akan saya pindahkan dulu ke ruang rawat."

"VVIP!" sahut Bryan.

Dokter Alex menggangukan kepalanya,dan kembali masuk ke ruang UGD.











🦕🦕🦕

Sementara itu,di ruang kerja. Difta meluapkan rasa amarahnya! Jujur ini pertama kalinya Difta mendapatkan tamparan bahkan,dalam satu waktu dua kali ia mendapatkannya.

"VICKY," pekik Difta dari ruang kerja.

Vicky yang memang berdiri di luar, sedikit terlonjak kaget mendengar teriakkan dari tuan besar nya itu.

"I-ya tuan." Vicky gugup sungguh! tuan nya itu sekarang, sedang memuncak emosi nya. Bisa saja,Difta membunuh orang saat itu juga.

"Cari data lengkap Alvian. Jam 07:00,sudah ada di meja kerja ku." Vicky langsung mengiyakan perintah Difta.

"Pergilah!" Perintah Difta. Lalu, Vicky pergi dari ruangan yang sudah seperti kapal pecah.

"Tamparan ini!" Ia mengelus pipinya yang di tampar tadi. "Sangat memalukan!"



🦕🦕🦕

Wati, mengengam tangan Alvian yang bebas dari infus. Wanita paruh baya itu, menatap sendu Alvian. Sudah lama,Alvian tak kambuh lagi dari phobia nya. Terakhir kali,di saat Alvian kelas satu SMP,Alvian di kurung oleh teman-temannya di ruangan yang sangat gelap.

"Cepat sembuh anak Ibu. Maafin,Ibu tak menjaga mu dengan baik," gumam Wati. Dengan tangan kanannya, mengelus rambut Alvian.

Masker oksigen, terteger apik di dagu dan mulut Alvian.

"Apa Ibu harus membawa mu pergi,nak? Ibu takut, jika tuan besar akan kembali menyakiti mu? Pasti Alvian sangat ketakutan tadi,ya?"

Kalimat Wati, membuat Emosi Jefan yang mendengarkannya semakin tak terkendali. Jefan,tak sabar ingin melihat keadaan Alvian. Namun,ia di suguhkan dengan ucapan Wati,yang ingin membawa Alvian pergi.

Tidak! Jefan tak akan membiarkan itu terjadi.





TBC.




Maafin ya, Kemaren ngak update

Kalian masih nungguin ngak????

Typo tandain

Ingat! Voment jangan lupa

Biar makin semangat untuk nulisnya.

Papai

ALVIAN NERO [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang