16.HADIAH

34.5K 1.7K 31
                                    

Happy reading 💟

Bagaimana kabar nya?





Waktu terus berjalan. Tapi sepertinya itu, tak membuat mereka lelah, apalagi mengantuk. Padahal, sudah jam 2 dini hari. Maid, Bodyguard dan Chef, sudah seperti tamu undangan saja. Mereka duduk rapi di meja bundar, seraya menikmati makanan yang sudah mereka ambil sebelum nya di pojok ruangan Mansion.

Sedangkan, Alvian bersama keluarga nya. Sekarang berada di taman, dengan ke dua mata Alvian tertutup oleh tangan berurat Difta.

"Kenapa di tutup segala, sih Dad?" Mereka hanya diam, tak menjawab apapun. "Malah,diam." lanjut Alvian.

Di hadapan mereka, sudah terlihat sebuah barang, yang ditutupi dengan kain putih polos. Arlo mendekati, barang itu sembari tangan kanannya memegang ujung kain putih itu.

"Daddy hitung mundur, ya?" Difta mengkode Arlo, agar bersiap untuk membuka sesuatu yang ada di balik kain putih tersebut.

"3..., 2..., 1....," Difta menurunkan tangannya, yang menutupi mata Alvian tadi.

"Surprise!" ucap mereka semuanya.

Alvian, tak tahu harus bicara apa sekarang. Sungguh! Ia beruntung di pertemukan oleh keluarga Azegara, dan memiliki Ibu seperti Wati. Biar bagaimanapun, Wati lah yang merawatnya sampai anak lelaki itu, mulai beranjak remaja.

"Suka tidak?" Jefan mengusap rambut Alvian lembut "Sekali lagi, Papa ucapkan, happy birthday yang ke 15 tahun." sambung Jefan.

Alvian langsung mendekati hadiah barunya, yang berupa-sepeda listrik. Tanpa tahu, Jefan sudah merentangkan tangannya. Ia pikir Alvian mau memeluknya.

"Kasihan, di tolak," ejek Ezio dengan kekehan kecil. Melihat Papanya, yang langsung tak di hiraukan oleh Alvian.

"Umur saja ternyata, yang 15 tahun. Tapi, pikirannya masih dengan mainan." Bryan yang di samping Devan menyetujui perkataan Devan tersebut.

"Sepeda baru. Alvian, mau mengendarai nya." Anak lelaki itu, menatap satu persatu keluarga, meminta persetujuan.

"Besok saja, Dek. Lebih baik, kita tidur." Namun, kalimat Bryan itu, tak Alvian dengar kan. Ia lebih memilih mengikuti rasa penasaran nya, menaiki sepeda listrik itu.

Karena, selama ini. Vian hanya naik sepeda onthel. Ah! Vian jadi rindu suasana rumah nya dulu. Yang di mana, masih ada sang ibu di dalamnya. Ibu itu, seperti cahaya di gelapnya malam.

Tak mau berlarut lagi dalam kesedihan, Alvian lebih memilih menghidupi start sepeda listrik tersebut, dan ia melambaikan tangan kanannya ke arah mereka berenam.

"Sabar Difta!" ujarnya. Ia berusaha, mengendalikan emosi nya. "Untuk hari ini saja."

"Good job, Daddy. Adek, hari ini berulang tahun. Jadi, biarkan saja dulu!" timpal Ezio.

Kemudian, mereka berenam hanya melihat Alvian yang sedang tersenyum manis, di atas sepeda listriknya.

"Bungsu. Mah, bebas. Lanjut lagi," gumam Alvian. Membanggakan diri sendiri.

Brak

Akibat gonggongan Anjing Doberman. Yang tah! kapan sudah ada di area taman. Membuat Alvian, menjadi kehilangan keseimbangan nya dan berakhir menabrak kursi panjang, yang ada di taman tersebut.

ALVIAN NERO [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang