27.BERTAHAN ATAU MENYERAH

25.2K 1.4K 69
                                    

Happy reading 💟🦕


Delapan hari berlalu begitu lambat, bagi Azegara Family. Mereka merindukan lelaki yang bertubuh pendek itu, yang saat ini masih belom mau membuka netra indahnya. Alvian masih berjuang di ruang ICU tersebut.

Ruangan yang di mana, dinding-dinding, dan kursi menjadi saksi bisu akan do'a tulus dari keluarga.

Difta masuk ke ruang ICU dengan langkah yang sangat pelan. Jika bisa, posisi si bungsu dan dirinya bisa di tukar. Maka, dengan senang hati Difta menggantikan posisi putra nya sekarang.

"Vian, masih mau tidur?!" Seraya ia mengusap lembut rambut Alvian dan duduk di samping bed.

"Maafin Daddy. Daddy gagal menjaga mu, Maaf...!" Difta tak mampu lagi meneruskan ucapannya. Terlalu sakit! Kenapa harus Alvian yang merasakan nya? Kenapa bukan dirinya? Pikir Difta.

Air mata yang selama ini Difta tahan, kini meluruh dari ekor matanya. Selama delapan hari ini, pikiran nya tidak tenang. Bahkan, semua anggota keluarga Azegara pun seperti itu.

Cinta melemahkan orang yang terkuat sekali pun!!

"Daddy mo-mohon jangan menyerah! Ada Daddy dan Papa di samping, Adek. Dan ada juga Abang," bisikan lembut Difta ke telinga bungsunya.

Kemudian, ia berdiri kembali dan sedikit membungkukkan badannya, tepat di depan wajah permata Azegara.

Cup

Ia mencium kening Alvian lama, sambil memejamkan matanya, membiarkan air mata itu jatuh ke wajah pucat lelaki yang sedang terbaring lemah tersebut.

Tanpa sadar jari jemari mungil itu, mulai memperlihatkan pergerakan. Bersamaan pula, mata yang selama ini mereka rindukan juga ikut perlahan terbuka.

Yang pertama kali Alvian lihat, adalah wajah Daddy nya, yang masih menangis. Ia ingin memanggil Daddy-nya itu, tapi tak bisa. Karena, masih memakai ventilator.

"Daddy, Alvian sudah bangun. Daddy nggak boleh nangis lagi," batin nya. Ia ingin mengucapkan kalimat itu, tapi apa boleh buat? Bergerak saja rasanya sangat sulit.

Merasa sudah puas, Difta membuka ke dua matanya dan apa yang ia lihat? Alvian-putra bungsunya sudah sadar. Difta lekas bergerak menekan, berkali-kali tombol nurse call dengan perasaan yang bahagia.

"Akhirnya, Vian bangun. Terima kasih, telah bertahan son!" Sembari mengelus punggung tangan Alvian.

Alvian dengan sangat berusaha ingin mengangkat tangan nya, yang masih di jepit Pulse Oximetry. Ia ingin menghapus jejak air mata, Daddy nya.

Difta yang melihat itu, meraih tangan Alvian dan ia dekat kan ke wajahnya. Lalu, tangan mungil itu bergerak sangat pelan untuk menghapus air mata Difta.

Momen manis itu, di saksikan langsung oleh Alex sendiri.

"Tangan Adek, sangat halus." ucap Difta yang masih menikmati sentuhan tangan mungil Alvian.

Alex pun, berjalan menghampiri ayah-anak itu. Dan bisa Alex lihat, senyuman terukir di bibir Difta.

Ekhem!!!

ALVIAN NERO [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang