24.KUCING

23.8K 1.4K 46
                                    

Happy reading 💟


Rintik-rintik hujan mulai berjatuhan dari langit malam, dingin nya bahkan menusuk sampai tulang. Tah, sudah berapa jam bungsu Azegara itu, hanya diam berdiri melihat hujan dari balik jendela kamar nya.

Saking menikmati nya, tak menghiraukan makanan malam nya yang sudah dingin tersebut. Satu gelas susu pun, juga ikut dingin akibat di anggurin oleh Alvian.

Lelaki itu menolehkan pandangannya, ke pintu kamar. Berharap salah satu keluarga nya, masuk ke kamar dan mengajak makan malam.

"Benaran, nggak ada?" Alvian kembali melihat hujan dengan perasaannya kecewa dan juga merasa bersalah.

Tok

Tok

Tok

Pintu kamar Vian terbuka, secara perlahan-lahan, anak lelaki itu masih tetap dengan posisi nya. Karena, ia sudah tahu siapa yang masuk.

"Tuan kecil," panggil Vicky pelan dan lembut.

Nah, kan benar! Pikir Alvian.

"Tuan Difta berpesan, agar tuan kecil segera menyelesaikan makan malam nya."

"Vian, tidak lapar Om. Lebih baik, bawa lagi makanannya!" ia semakin merasa bersalah sekarang. Keluarga nya, benar-benar marah dengan dia sekarang.

"Tapi tu-"

"Kalau Om, masih maksain Vian. Untuk makan! Vian akan loncat dari sini," ancam Alvian. Walaupun sebenarnya ia sendiri tidak berani.

"Jangan tuan. Nanti, tuan besar dan tuan muda bisa marah besar!" Vicky tak bisa membayangkan bagaimana! jika, tubuh pendek itu jatuh dari lantai dua, dan kemarahan para pawang nya.

"Kalau tidak mau, lebih baik keluar!" usir Alvian dengan nada tak bersahabat.

Mau tak mau, Vicky keluar dari kamar Vian. Sebelum, tuan kecil nya itu melakukan hal yang tidak diinginkan.

"Daddy, Papa, Abang. Maafin Vian! Jangan diamin, gini."

🦕🦕🦕

Mendengar laporan dari Vicky, ke lima pawang Alvian belom ada yang juga makan malam. Devan? Ia pergi keluar dari Mansion.

"Bagaimana? Apa kita izinkan Adek keluar dari kamar?" tanya Ezio.

"Biarkan saja!" jawab Difta dingin.

"Tapi sampai kapan, Dad?

Mereka diam! karena mereka juga tidak tahu jawabannya. "Supaya Vian jera!" spontan Jefan.

"Tapi Bryan yakin, Adek tak akan berubah. Kemungkinan, Vian sudah lama berkata kasar, tapi masih dengan teman nya dulu atau di saat ia lagi sendiri?!" pendapat Bryan panjang di kali lebar.

"Tumben!" celutuk Ezio, mendengar Abang nya itu bicara panjang lebar.

"Lagi mau aja," balas Bryan.

Arlo hanya menyimak, bagi Arlo pendapat Bryan ada benarnya juga. Lalu, terdengar suara langkah kaki, yang ternyata Devan.

"Apa yang kau bawa?" tanya Difta, mengangkat sebelah alisnya. Melihat satu buah kotak berwarna hijau, dan di kasih pita dengan warna putih.

ALVIAN NERO [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang