Setelah menempuh empat jam pelajaran yang begitu berat, akhirnya bel istirahat yang di tunggu terdengar. Baik Nam maupun Freen, sama sama membereskan buku buku dan peralatan tulis mereka. "Freen, gue harus ke ruang OSIS sekarang, ada rapat. Lo nggak apa gue tinggal?"
"Nggak apa apa, santai" Jawab Freen. "Lo nggak makan?"
"Ntar, abis rapat." Nam berdiri sambil menenteng buku bukunya, diikuti Freen. "Mau bareng ke loker?"
"Boleh" Jawab Freen.
Nam dan Freen melangkah keluar kelas, menuju loker yang terletak di ujung lorong. Setiap jenjang kelas menempati lantai yang berbeda, dengan deretan loker di setiap ujung lorong. Kelas sepuluh menguasai lantai dua. Kelas sebelas menguasai lantai tiga, dan kelas dua belas menguasai lantai empat. Lantai satu diisi oleh ruang guru, ruang OSIS, ruang musik, ruang kepala sekolah, kantin, kolam renang, dan lainnya. Untuk lapangan, serta ruang gym, semuanya ada di lantai lima.
Freen mencari lokernya, dengan mencocokkan nomor yang terukir di kunci dan pintu loker. Begitu Ia menemukan nomor 08, Freen langsung membukanya.
Benar saja, semua barang barang yang di butuhkan Freen ada di sana. Buku buku, alat tulis baru, baju olahraga, hingga jas laboratorium. Agak aneh sebenarnya, tapi persetan, Freen tidak peduli. Toh, memang sekolah ini memiliki fasilitas yang tinggi.
"Freen, gue tinggal dulu ya. Bener bener telat nih. Nggak apa kan?" Tanya Nam.
"Nggak apa lah. Udah sana, ntar lo dihukum, lagi. Gue juga masih mau muter muter, mau liat liat."
"Oke deh, sorry banget ya Feeen. Gue beneran buru buru." Nam menatap Freen tak enak.
"Makin lo banyak omong, makin telat. Udah sana" Jawab Freen. Nam mengangguk, lalu segera meninggalkan Freen.
Sepeninggal Nam, Freen menuju lantai satu. Jam istirahat di SMA Garuda cukup lama. Freen menyusuri lorong, memperhatikan satu per satu ruangan yang Ia temui, menghafalnya. Ia terus melangkah sembari membaca setiap papan nama di atas pintu ruangan, membuatnya tak sadar ada yang memperhatikannya dua meter dari jarak Freen. Hingga beberapa saat kemudian, langkahnya terhalang oleh seseorang.
"Hai, sayang." Perempuan itu maju selangkah, membuat Freen otomatis akan mundur selangkah. "We meet again, sweetheart."
Freen menaikkan sebelah alisnya.
"Ah, don't you remember?" Perempuan itu terkekeh pelan, Freen melupakan sesuatu. "Club, last weekend. Gue bantu bawa kakak lo ke mobil"
Dahi Freen berkerut, berpikir. Ah, Freen ingat. Perempuan ini yang menanyakan namanya, namun Freen menolaknya mentah mentah.
"Sudah ingat?" Tanya perempuan itu.
Freen bersedekap, menatap perempuan itu galak. "Jangan halangi jalan gue!"
Freen tak menyadari kapan perempuan itu berdiri tepat di hadapannya. Freen baru sadar, saat perempuan itu mengusap bibir Freen pelan, yang langsung Freen tepis tangannya. "Apa apaan sih! Jangan kurang ajar ya!"
"Bibir lo pedes juga kalau ngomong, bikin gue makin suka. Bibir lo juga bagus, tipis, pink, dan lembut." Perempuan itu menatap Freen seolah Freen adalah berlian paling cantik di dunia.
Tak ingin berlama lama, Freen membalikkan tubuh. Lorong masih ramai, tetapi tidak ada yang berniat membantu Freen, bahkan melirik pun tidak. Seolah keduanya adalah makhluk tak kasat mata.
Baru selangkah, tubuh Freen kembali ditarik, hingga punggung Freen menghantam tembok. Freen memberontak saat perempuan itu mengunci pergerakan Freen dengan tangannya.
Perempuan itu mendekatkan kepalanya tepat di telinga Freen. "Sebelum lo pergi, sayang" Bisiknya tepat di telinga Freen. "Lo harus tau. Kalau mulai sekarang... Lo milik gue. Ga boleh ada perempuan atau laki laki manapun yang ngedeketin lo, atau orang itu bakal kena akibatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Obsessed With You - END
Fantasy"I wants you, Freen. I'm so obsessed with you."