Taksi yang di tumpangi Freen berhenti tepat di depan pintu rumah sakit Kasuari. Setelah membayar, gadis itu langsung turun dan menuju meja resepsionis.
"Pasien dengan nama Namtan Tipnaree, Sus. Di kamar mana, ya?" Tanya Freen. Freen berusaha setenang mungkin, meskipun sebenarnya Freen panik setengah mati. Freen takut terjadi sesuatu yang buruk pada Namtan.
"Pasien sedang di operasi, Mbak. Mbaknya lurus aja, nanti belok kiri. Pasien sedang berada di ruang operasi nomor satu."
"Makasih, Sus." Balas Freen.
Di depan ruang operasi Namtan, sudah ada Austin, Arm dan Kay. Freen ikut menangis saat melihat Austin yang sudah menangis sesegukan. Freen langsung memeluk Austin.
"Namtan kenapa, Bunda? Ayah? Namtan baik baik aja kan?" Tanya Freen. Freen menatap Austin, Arm dan Kay bergantian. "Kay, gimana kabar Namtan?"
Kay menggeleng. Bibirnya sudah pucat. "Nggak tau, kak. Dari tadi, dokter nggak keluar keluar."
Freen semakin menangis. "Namtan sebenernya kenapa? Kenapa tiba tiba kayak gini?"
Ketiga orang itu menggeleng lemah. "Kita juga nggak tau, nak. Tiba tiba Namtan kejang tadi sore. Tante takut.."
Freen mempererat pelukannya pada Austin. Tidak hanya Austin, Freen juga sama takutnya.
Namtan pasti baik baik aja. Namtan nggak akan ninggalin lo, Freen. Rapal Freen dalam hati. Meskipun tak banyak membantu, Ia tetap berusaha meyakinkan diri. Dua jam menunggu, akhirnya dokter keluar. Keempat orang itu langsung berdiri, mengerumuni sang dokter.
"Cedera otak yang dialami pasien cukup parah. Pasien masih belum melewati masa kritisnya. Pasien mengalami koma."
Detik itu juga, tubuh Austin luruh. Beruntung Arm dengan sigap menyangga tubuh Istrinya. Sedangkan Freen, pandangan gadis itu berubah kosong. Kesadarannya seolah tersedot habis oleh kata kata dokter barusan.
Namtan koma.
Arm langsung membawa tubuh Istrinya untuk dirawat. Sedangkan Kay menuntun Freen yang mematung, untuk duduk di kursi tunggu. Freen yang tadinya terisak saat menunggu Namtan dioperasi, mendadak diam. Tak lagi ada isakan dari bibirnya, namun air mata terus mengalir deras dari kedua mata Freen.
Tiba tiba wajah Becca terlintas dalam benak gadis itu, membuat Freen terkesiap. Pikiran buruk mulai menghantuinya. Tolong yakinkan Freen bahwa pikirannya tidak benar.
***
Hari semakin larut. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Awalnya, Freen ingin menunggu Namtan di rumah sakit. Namun, Arm bersikeras untuk mengantar Freen pulang.
"Namtan lagi nggak baik baik aja, Freen. Ayah nggak mau kamu juga ikutan drop. Kamu harus jaga kesehatan, demi dirimu sendiri dan Namtan" Begitu kata Arm.
Sesampainya di depan komplek, Freen dan Arm dapat melihat asap mengepul begitu pekat di udara. Para warga berkumpul di satu titik. Sudah ada dua truk pemadam kebakaran disana, tetapi Freen dan Arm masih bisa melihat cahaya kuning kemerahan, menandakan api belum juga padam.
Freen memicingkan mata. Firasat buruk mulai kembali menjalar.
"Freen, ayo turun!" Ucap Arm. Rupanya, pria itu juga memiliki firasat yang sama dengan Freen.
Baik Freen dan Arm langsung keluar dari mobil. Mereka berdua berjalan cepat mendekati kerumunan warga.
"Freen! Ya ampun, akhirnya kamu dateng juga nak." Faye, tetangga Freen yang pertama kali menyadari kehadiran gadis itu, langsung menghampiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Obsessed With You - END
Fantasy"I wants you, Freen. I'm so obsessed with you."