"Mana kompresannya, Brengsek!"
Sejak siang hingga malam, teriakan Becca terus saja terdengar. Entah sudah berapa kali ia memaki maki para pelayan yang menurutnya bekerja begitu lamban. Untuk mengambil air hangat dan handuk baru saja Becca harus menunggu tiga menit.
"S-silahkan, Nona Muda" Ucap salah satu pelayan sambil menyerahkan sebuah baki berisi air hangat dan dua buah handuk kering. Becca mengambilnya dengan kasar, lalu kembali masuk kamar.
Becca membanting pintu kamarnya keras keras. Ia melangkah cepat menuju ranjang, di mana gadisnya terbaring. Tangannya bergerak, menyentuh dahi dan leher Freen. "Masih panas" Gumamnya kesal.
Saat Becca pulang sekolah tadi, ia langsung pergi menuju gudang. Betapa terkejutnya Becca saat mendapati gadisnya dalam keadaan begitu mengenaskan. Bibir Freen bergetar, dahi gadis itu berkerut seperti menahan sakit, wajahnya pucat pasi. Tubuh gadis itu juga dipenuhi keringat, bahkan piyama yang dipakai Freen sudah basah kuyup.
"D-dingin..." Gumam Freen, membuyarkan lamunan Becca. Perempuan itu semakin khawatir mendengar lirihan Freen. Air mata terus mengalir dari kedua sudut mata Freen.
"Ambilin selimut baru!" Titah Becca pada pelayan yang la suruh tinggal di kamar. Pelayan itu langsung berlari keluar. Tak lama, la kembali dengan selimut abu abu tua. Becca menyelimuti gadisnya dengan begitu hati-hati. Tangannya bergerak, mengusap pipi Freen yang lembab. Tangan satunya, la gunakan untuk mengkode pelayan agar pergi meninggalkan mereka berdua.
"Dingin.." Lirih Freen, lagi. Becca mulai kelimpungan. Padahal, ketiga pendingin ruangannya sudah mati, Freen juga sudah mengenakan tiga lapis baju dan dua selimut tebal. Kenapa gadisnya masih saja kedinginan? Apa obat yang diberikan dokter Jimmy tidak bekerja? Kalau iya, Becca benar-benar akan memenggal pria itu besok.
"Shut up, Freen. Jangan bikin aku bingung" Omel Becca akhinya. Bukannya diam, Freen malah terisak pelan.
"Ah, Fuck." Umpatnya. Becca mulai kesal mendengar rengekan Freen. la hendak keluar, tetapi Freen menahan tangannya.
"Jangan pergi..."
Tubuh Becca membeku. Freen masih terpejam, entah Freen sadar atau tidak saat mengatakannya. Atau Freen sedang mengigau sekarang?
"J-jangan pergi..."
Karena tak tega, Becca akhirnya kembali duduk. "I'm here." Ucapnya. Rasa khawatir, marah, dan gelisahnya langsung lenyap, digantikan rasa senang luar biasa. Kapan lagi Freen memohon padanya untuk tetap tinggal?
Becca bergerak memutari ranjang, lalu naik, dan ikut berbaring di sebelah Freen. Dengan hati-hati, Becca menarik Freen mendekat dan memeluknya. Kepala Freen sedikit ia angkat, lalu ia letakkan di dada. Entah Freen sadar atau tidak saat gadis itu ikut memeluk Becca, menyamankan kepalanya di dada Becca.
Seringaian Becca mendadak timbul. la begitu menyukai Freen yang sedang sakit seperti ini. Otaknya langsung mempertimbangkan, apakah sebaiknya ia membuat Freen demam setiap hari saja?
***
Baru saja Freen membuka mata, ia langsung dibuat terkejut. Apakah semalaman ia tidur di atas dada Becca? Gadis itu langsung menjauhkan tubuhnya saat merasakan pergerakan Becca. Ia membalikkan tubuh, pura-pura tidur sambil memunggungi Becca. Freen berusaha biasa saja, saat sebuah tangan melingkari perutnya.
"Feeling better?" tanya Becca dengan suara serak, khas bangun tidur. Freen masih menutup matanya, tak berniat menjawab sama sekali.
"I know you're awake, Sweetheart" bisik Becca tepat di tengkuknya, membuat Freen merinding. la menggeliat geli saat Becca meniup tengkuknya, membuat Becca terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Obsessed With You - END
Fantasy"I wants you, Freen. I'm so obsessed with you."